KBU Sudah Kritis

BANDUNG – Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat mendorong semua stakeholders duduk satu meja lagi untuk memulihkan kondisi Kawasan Bandung Utara (KBU) yang saat ini sedang kritis. Forum bersama ini tidak dilakukan sekadar seremonial dan formalitas, tapi dengan kualitas dan intensitas tinggi.

Terungkap, KBU memasuki fase kritis sebagai dampak  pembangunan yang bergeser ke wilayah atas seiring pertumbuhan penduduk di Cekungan Bandung. Selain untuk perumahan, kawasan komersial, serta lahan pertanian, KBU pun dipergunakan untuk aktivitas pertambangan.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Hendy Jatnika mengaku, untuk mengembalikan kondisi KBU, status lahan masih jadi kendala dalam pemulihan.

Pemdaprov Jabar selama ini relatif mudah memulihkan lahan atas milik warga setempat. Namun berbeda ketika harus warga  yang bukan asli setempat tapi memiliki banyak lahan di KBU.

Dia menyebutkan, di sektor pertanian, saat ini ada 14.600 hektare lahan kritis di KBU. Sementara di sektor kehutanan 3.500 hektare lahan kritis. Sementara untuk permukiman dan kawasan komersial sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.

“Dulu tahun 80-an tidak ditemukan ada pertanian di lereng gunung. Tapi sekarang dengan penduduk yang bertambah banyak, pertani terdesak ke lereng gunung,’’ucap Hendy kepada wartawan ketika ditemu di Gedung Sate belum lama ini.

Dia menilai, tantangan terberat saat ini adalah mengubah mindset para petani agar menghentikan pola tanam yang salah. Petani di KBU tidak memiliki kearifan lokal yang bersifat memuliakan alam, tidak seperti di Panyaweuyan, Kabupaten Majalengka, di mana lahan sayur di sana menggunakan teknik terasering bangku.

“Kalau di KBU itu tidak ‘ngais pasir’ dan ‘gelar kampak’. Ngais pasir itu sejajar kontur tidak boleh motong kontur tanah, gelar kampak permukaannya menjorok ke dalam, jadi air tidak tumpah ke bawah,” kata Hendy.

Para petani KBU, lanjut Hendy, tidak menyukai pola tanam terasering karena tidak memiliki biaya untuk membuatnya. Biaya untuk membuat terasering bangku di atas lahan 1 hektare dengan tingkat kemiringan 30 derajat dibutuhkan sekitar Rp40-50 juta.

“Petani tidak mampu, makanya mereka meminta bantuan ke Pemdaprov Jabar. Tapi kita tidak dapat memberikan begitu saja. Yang dapat kita berikan adalah model terasering yang seharusnya dilakukan, ini lho seperti ini. Tahun depan insyallah ada 20 hektare model terasering di Cimenyan, sudah ada warga yang mau,” jelas Hendy.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan