Hati-hati Terbitkan Perppu

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta berhati-hati dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Jangan sampai penerbitan Perppu karena desakan publik justru membuat sistem demokrasi di Indonesia semakin rusak dan terpuruk.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengingatkan penerbitan Perppu dalam kondisi dianggap genting dalam beberapa kasus tak cukup berdampak.

”Telah terbukti dalam tata negara kita bahwa situasi yang dianggap genting itu ketika dijadikan dasar dikeluarkannya Perppu, dalam beberapa kasus tidak cukup valid,” katanya, belum lama ini.

Margarito mencotohnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah mengalami hal serupa seperti yang dirasakan Presiden Jokowi saat ini.

SBY saat itu mengeluarkan Perppu No 1 Tahun 2014 untuk membatalkan UU Pilkada saat mendapat desakan. Perppu ini terkait mekanisme pelaksanaan pilkada yang sebelumnya telah disahkan DPR melalui UU Pilkada pada 26 September 2014.

”Anda tahu dulu UU Pilkada, lalu ada demo ramai di mana-mana dan dengan itu dijadikan dasar oleh Pak SBY mengeluarkan Perppu. Apakah setelah itu keadaan Pilkada kita berubah? Tidak berubah, tambah buruk,” jelasnya.

Oleh karena itu, Margarito meminta Presiden Jokowi berhati-hati dalam mengenali syarat konstitusi guna mengeluarkan Perppu terkait UU KPK hasil revisi. Jokowi tidak boleh mengambil keputusan karena desakan, dan alasan mengeluarkan Perppu harus masuk akal secara konsep dan filosofi.

”Coba bilang pada bangsa ini, orang-orang yang menghendaki demokrasi itu, apakah demokrasi itu menghalalkan absolutisme, menghalalkan ketertutupan, menghalalkan kerahasiaan. Tidakkah seluruh gagasan UU KPK yang diubah itu, adalah untuk memastikan adanya akuntabilitas, transparansi, dan itu adalah esensi demokrasi bernegara,” paparnya.

Margarito menyadari adanya aspirasi dari berbagai kalangan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Namun, Margarito juga mengingatkan bahwa UU KPK sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah.

Selain itu, ada juga pihak-pihak yang menginginkan UU KPK diterapkan demi transparansi dan akuntabilitas.

”Saya berpendapat bahwa ini bisa didialogkan. Anda tahu Hitler menjadi otoriter karena apa? Karena desakan orang, desakan publik. Dia (Jokowi) mesti tahu itu. Dia mesti tahu bahwa jumlah orang yang diam itu ada,” katanya.

Tinggalkan Balasan