Guru Mulai Aktif Belajar Pendidikan Karakter

BANDUNG – Jabar Masagi terus berusaha mendorong komunitas guru untuk aktif mengembangkan pola ajar berbasis pendidikan karakter. Salah satu dengan menjalin komunikasi di Class Series 2019, Komunitas Guru Masagi.

Sebanyak 163 orang guru dari PAUD hingga SMK/SMK terlibat langsung dalam diskusi yang terbagi dalam empat kelas berbeda. Kemarin para guru membahas tema Guru Indonesia Butuh Apa? Yang disampaikan Kepala Kampus Guru Cikal, Budi Setiawan M.Psi.

Community Mobilizer Guru Masagi, Roswita Amelinda, M.Psi., mengatakan, kegiatan itu merupakan lanjutan dari lompatan awal pertemuan komunitas guru, penggerak dan pengembangan guru serta siswa SMA/SMK se-Kota Bandung di aula Balai Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Tikomdik) Dinas Pendidikan Jawa Barat.

Roswita mengatakan, saat ini Jabar Masagi menggunakan dua cara. Baik formal mau pun informal dalam melakukan pendekatan kepada guru. ”Untuk formal yang mendapatkan pelatihan khusus, tetap berjalan. Yang informal melalui jalur komunitas juga berjalan,” kata Roswita kepada wartawan, Kamis (19/9).

Dengan menggandeng komunitas. Harapnya, mempraktikan praktik baik dan positif di sekolah tanpa ada tekanan. Termasuk merangsang guru yang mau berubah dan berusaha untuk mengupgrade pengetahuan pengenai pola ajar yang baik. ”Di tahun pertama ini, guru ini kumpul dulu. Kemudian diselaraskan dengan teman-teman komunitas yang memiliki banyak program pendidikan karakter,” ucapnya sambil menambahkan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan list dari guru hingga komunitas yang mau bekerjasama dengan Jabar Masagi.

Wakil Ketua Tim Program Jabar Jabar Masagi Erwan Nizwarudin S.Psi., M.PubPolMgt mengatakan, dengan pola yang dibangun pihaknya berharap ada sistem pengembangan guru yang lebih efektif. ”Sebenarnya tidak hanya guru, tapi juga sekolah,” kata Erwan.

Menurut dia, meski ujung tujuannya adalah siswa, tapi siswa sendiri tidak bisa maju sendiri. Perlu ditopang tenaga guru, kepala sekolah, pegawas dan sekolah yang mendukung siswa menjadi bagja (bahagia).

”Pola ini ditawarkan lebih meaningful (berarti). Guru yang hadir adalah guru yang memang mau, bukan disuruh atau ditugaskan. Mereka ini, mereka yang benar-benar mau menerapkan pola pendidikan karakter di sekolah,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan