Dewan Minta PD Kebersihan Genjot Sumber PAD

BANDUNG– Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Uung Tanuwijadja, menerangkan, status pegawai Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, terutama pada bagian penyapuan, rencananya akan dilimpahkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kebersihan Kota Bandung.

Uung mengemukakan, terkait hal itu pihaknya berpedo­man kepada status PD Kebersihan sebagai badan usaha milik daerah (BUMD), yakni lembaga yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.

Oleh karena itu, yang memiliki kewenangan mengang­kat serta memberhentikan pegawai PD Kebersihan adalah direksi, termasuk didalamnya mengatur skala gaji mereka.

“Meskipun dapat memakai prinsip-prinsip skala pembayaran ASN (aparatur sipil negara), namun harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemam­puan PD Kebersihan yang ditentukan dengan keputusan direksi,” terang Uung, di Gedung DPRD Kota Bandung, Senin (18/11).

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, dalam pengembangan bisnisnya PD Kebersihan diberi kebebasan untuk berusaha. Maka itu, dewan mendorong PD Kebersihan untuk menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung, tanpa mengurangi layanan maksimal terhadap masyarakat.

Kendati demikian, Uung mengaku, persoalan kom­pensasi bagi pegawai penya­pu PD Kebersihan, belum menemukan titik temu.

Ketentuan mengenai pe­sangon bagi pekerja dapat merujuk pada Pasal 156 dan 157 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ke­tenagakerjaan. Pasal 156 ayat (1) mengatakan, dalam hal terjadi pemutusan hu­bungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Karena masa kerjanya rata-rata sudah lebih dari 9 tahun, maka besaran uang pesangon yang wajib diberikan kepada pegawai kebersihan minimal sebesar 9 bulan upah.

“Karena pekerja penyapu merupakan pekerja harian lepas (PHL), maka perhitung­an upah perbulannya tunduk pada ketentuan Pasal 157 ayat (2) UU Ketenagaker­jaan, yaitu 30 kali pengha­silan sehari,” jelas Uung.

Terhadap persoalan terse­but, diutarakan Uung, Pe­merintah Kota Bandung tidak menganggarkannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2020, yang baru saja disetujui oleh de­wan. Pasalnya, pihaknya menilai masih ada opsi selain UU 13/2003 tentang Kete­nagakerjaan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan