Cimahi Target Jadi Kota Animasi Internasional

CIMAHI – Kota Cimahi, Jawa Barat, bertekad igin menjadi kota animasi kelas Internasional. Kota berpenduduk setengah juta orang ini, memiliki tingkat kualitas produk industri kreatif yang unggul.

”Pemilihan animasi juga bukan yang gampang, karena di Cimahi aktivitas kuliner, fashion, atau aktivitas kreatif lainnya banyak,” ujar Rudy Suteja, yang pernah jadi Ketua Cimahi Creative Association (CCA) dua periode, baru-baru ini.

”Tapi waktu itu melihatnya ada sebuah persaingan antar kota. Nggak mungkin lah Cimahi berhadapan dengan kota Bandung yang fashion designer di Bandung jago. Nggak mungkin berhadapan dengan kulinernya. Kira-kira apa ya yang membedakan? Saat itulah dipilih digital, khususnya ke animasi,” kisahnya dalam Rabu Satu Talkshow di Cimahi.

Kota ini membentuk Cimahi Creative Association (CCA) pada 2009 sebagai wadah industri kreatif. Animasi menjadi denyut kegiatan utama asosiasi ini. Dalam perkembangannya, banyak warga Cimahi yang menekuni animasi, ditambah pelaku animasi yang berdatangan ke kota ini. Pada 2018, kota ini diperkirakan memiliki 500-600 animator dan 10 persennya sudah tersertifikasi.

”Malah orang-orang Cimahi ini tidak hanya mendidik orang Cimahi tapi mendidik orang-orang lain. Lucunya ada sekelompok orang datang ke Cimahi nggak mau pulang ke daerahnya. Mereka membentuk perusahaannya di Cimahi. Karena ekosistem dan iklimnya sudah enak di Cimahi,” jelasnya.

Banyak karya yang telah lahir dari tangan animator kota ini. Sebut saja Keluarga Somat yang pernah tayang di TV dan Riki the Rhino.

Guna mendukung talenta warganya, Pemerintah Cimahi Sudah 6 kali menggelar Baros International Animation Festival (BIAF). Ajang ini berupaya mempertemukan pelaku animasi dengan investor sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, dan Perancis.

Industri kreatif di Indonesia telah melalui perjalanan panjang. Galih Sedayu dari Indonesia Creative City Networks (ICCN) mengatakan, wilayah Bandung adalah salah satu pelopornya.

”Bandung 1990-2000 dia mulai tumbuh kayak distro. Setelah itu baru kehadiran Bandung Creative City Forum (BCCF) pada 2008. Pemerintah itu pada waktu itu belum tahu (ekonomi kreatif), barulah pada 2012 di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.” Katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan