Budayawan, Gubernur, sampai Cawapres Pernah Mampir

Di kedai kopi di tengah pasar beratap seng itu, dari Pancasila, hukum, politik sampai mafia bola serius didiskusikan. Idenya dari warung masakan Sunda legendaris tak jauh dari situ.

AGUS DWI PRASETYO, Bandung

LORONG pasar itu tampak gelap. Semua rolling door kios dalam kondisi tertutup. Begitu pula los-los dan bedak-bedak.

Hari memang beranjak sore pada Kamis lalu itu (28/2). Sudah pukul 16.00. Sejak sejam sebelumnya, seluruh pedagang di Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, yang beratap seng itu pulang ke rumah masing-masing.

Semua, kecuali satu kios: Los Tjihapit. Namun, tak seperti kios lain, di tempat itu tidak ada aktivitas jual beli barang kebutuhan.

Yang ada hanya sekelompok orang duduk berkoloni, menyeruput kopi, dan menikmati roti panggang di atas meja.

’’Enak ngopi sambil diskusi di tengah pasar,’’ kata Fitra Sujawoto dengan senyum mengembang menyapa Jawa Pos.

Tempatnya memang di tengah pasar tradisional. Beratap seng. Namun, yang didiskusikan di sana bukan lantas hanya harga cabai atau bawang. Kamis sore lalu itu orang-orang meriung di sana untuk membahas kondisi penegakan hukum di tanah air. Fitra jadi moderatornya.

Sekilas, Los Tjihapit mirip gerai kopi kebanyakan. Hanya, konsep dan menunya lebih sederhana. Ada kopi, kopi susu, jahe, jus buah, dan roti bakar serta mi rebus/goreng.

Harganya pun masih terhitung ramah kantong. Segelas kopi dibanderol Rp 14 ribu. Bila tambah susu jadi Rp 15 ribu. Sedangkan jahe dihargai Rp 5 ribu.

Lampu bohlam berkap dan dinding kios yang ditempeli berbagai macam aksesori menguatkan kesan kafe. Di beberapa sisi dinding ada sejumlah foto dan poster berukuran A4. Di sisi tengah, ada ruangan yang digunakan untuk memajang bingkai foto dan poster serta meng­gantung kaus.

’’Sekarang di mana bisa da­pat tempat murah kalau nggak di pasar seperti ini,’’ ujar Fitra.

Los Tjihapit dibuka sejak 2015. Belakangan ini, kios itu buka hampir setiap hari, mu­lai pukul 06.00 hingga 16.00. Jadwal tersebut menyesuaikan para pedagang lain yang lebih dulu menghuni pasar itu.

Tinggalkan Balasan