Bioflok Tingkatkan Produktivitas Nila

BANDUNG – Untuk meningkatkan hasil produksi budidaya ikan tawar Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tengah mengembangkan pembenihan ikan dengan sistem Bioflok.

Menanggapi ini, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Ridho Budiman mengaku sangat mendukung langkah DKP untuk mengembangkannya.

CARI INFORMASI: Ketua Komisi II Ridho Budiman berbincang dengan Kepala UPTD DKP.
’’Pada initi Dewan akan terus mendorong setiap program untuk kemajuan masyarakat. Terlebih cara ini bisa meningkatkan ketahanan pangan dari sektor perikanan,’’kata Ridho disela kunjungannya di tempat pembibitan ikan Wanayasa Purwakarta belum lama ini.

Dia mengatakan, Pemerintah pengembangan budidaya ikan nila dengan teknologi sistem bioflok. Sebetulnya sudah memperlihatkaan hasil memuaskan. Bahkan, teknologi tersebut telah sukses diterapkan diberbagai pesantren di Indonesia.

Selain itu, teknoligi tersebut berpotensi untuk meningkatkan produksi dari hasil pembenihan ikan. Sehingga, untuk hasil panen ikan segar mengalami peningkatan signifikan, namun biaya perawatan sangat rendah.

“Tentu akan kita dorong penggunaan budidaya ikan dengan bioflok ini meskipun saat ini masih dalam tahapan ujicoba,” kata dia.

Dia menambahkan, teknik bioflok memiliki banyak keuntunga, di antaranya tidak memerlukan lahan luas dan biaya produksi minim.

Selain itu, untuk pengembangannya tidak perlu membutuhkan air melimpah, tetapi air yang digunakan mencukupi untuk menghasilkan bioflok itu sendiri.

Sementara itu, Teknisi Perikanan Cabdin KPWU Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Arif menjelaskan, salah satu bentuk ujicoba yang sedang dikembangkan adalah ikan nila.

’’Nila termasuk kelompok herbivora. Sehingga proses pembesarannya lebih cepat. Selain itu, ikan nila juga mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian sumber pakannya,’’ucap dia.

Arif menuturkan, budidaya ikan nila di kolam sistem bioflok memiliki sejumlah keunggulan, seperti meningkatkan kelangsungan hidup (survival rate/SR) hingga lebih dari 90 persen dan tanpa pergantian air.

’’Air bekas budidaya juga tidak berbau, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan sebagai air pupuk tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan,’’kata dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan