Akses Pengurusan e-KTP WNA Distop

JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menghentikan sementara penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) bagi warga negara asing (WNA) serta mengganti desain yang ada, dinilai bukan solusi utama. Kesemerawutan yang muncul, karena pemerintah khususnya Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) minim dalam melakukan gerakan sosialisasi ke publik.

Ya, kerancuan yang muncul, menjadi cermin ketidaksiapan pemerintah dalam mengatasi hal-hal tekhnis yang dewasa ini muncul. Terlebih menjelang Pemilu dan Pilpres 2019, sesuatu yang memunculkan keganjilan, kerap dipolitisasi.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, pemerintah dan semua pihak terkait harus segera mengambil langkah strategis. Yang utama bukan perbaikan teknis, melainkan counter narasi kepada publik. Polemik e-KTP WNA menunjukkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.

“Ini karena pemahaman awam publik saat ini secara sederhana memaknai KTP elektronik adalah bentuk identitas sebagai WNI. Narasi publik harus segera direbut untuk diluruskan, tutur perempuan asal Palembang, Sumsel, itu, Minggu (3/3).

Fatalnya, sambung Titi, polemik yang muncul kerap dipolitisasi. Perludem mendorong masyarakat mencermati daftar pemilih tetap (DPT) di wilayahnya. DPT selalu berbasis lingkungan RW sehingga peluang untuk dikenali lebih besar. “Tinggal cermati saja. Dan antisipasi dengan cara-cara yang sederhana. Kita harus lebih teliti dalam membedakan e-KPT WNA dengan e-KTP WNI,” terangnnya.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai ada indikasi unsur kesengajaan pihak tertentu yang ingin melempar isu soal kepemilikan KTP elektronik oleh WNA di Cianjur, Jawa Barat, menjelang Pemilu 2019. “Ada unsur kesengajaan untuk melempar (isu, red) yang tidak benar,” kata Tjahjo.

Sesuai dengan hasil pengecekan KPU RI, nomor induk kependudukan (NIK) yang disebut milik WNA asal Cina di Cianjur ternyata setelah dilakukan pengecekan ternyata merupakan NIK milik WNI asal Cianjur bernama Bahar. “Setelah kemarin dicek KPU yang namanya warga negara asing itu NIK-nya beda, NIK-nya namanya Bahar,” katanya.

Apabila memenuhi peraturan tertentu, lanjut Tjahjo, WNA memang bisa memiliki KTP elektronik. Meskipun demikian, melalui KTP yang dimiliki itu, mereka tetap tidak bisa menggunakan hak pilih. “Boleh mengajukan untuk tinggal tetap sesuai dengan Undang-Undang (UU) Imigrasi dan ada surat rekomendasi dari Imigrasi. Akan tetapi, mereka tetap tidak boleh menggunakan hak pilihnya,” kata dia.

Tinggalkan Balasan