Mobdin Dilarang Buat Mudik

JAKARTA – Bagi aparatur sipil negara (ASN) yang ingin menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran, tampaknya, harus mengurungkan niat.

Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau seluruh penyelenggara negara untuk tidak memakai fasilitas dinas pada momen Hari Raya Idul Fitri tersebut.

“Kepada pimpinan instansi atau lembaga pemerintah agar melarang penggunaan fasili­tas dinas, seperti kendaraan dinas operasional untuk ke­pentingan pribadi untuk ke­giatan mudik,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo, kemarin (4/6). Larangan tersebut merupakan salah satu poin imbauan yang diedarkan KPK ke seluruh instansi pemerintah.

Selain melarang kendaraan dinas untuk mudik, KPK juga mengimbau penyelenggara negara dan pejabat negara untuk tidak menerima pem­berian atau gratifikasi berke­dok tunjangan hari raya (THR).

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, pihaknya kembali membuat imbauan menjelang Idul Fitri tahun ini. Langkah pencegahan itu juga dilakukan pada tahun sebelumnya. Yakni, meminta dengan tegas kepada seluruh aparatur sipil negara untuk menolak segala bentuk grati­fikasi berkedok THR. Seperti, uang, bingkisan/parcel, atau fasilitas dan jasa.

”Sebagai penyelenggara negara hendaknya dapat men­jadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat dengan menolak pemberian gratifi­kasi,” ujarnya kepada Jawa Pos. Selain menolak gratifikasi, KPK juga mengimbau seluruh penyelenggara negara untuk tidak meminta dana, sumbangan atau hadiah ke­pada masyarakat dan peru­sahaan. Baik secara lisan maupun tulisan.

Bukan hanya penyeleng­gara negara, KPK juga mengi­rimkan surat imbauan ke­pada pimpinan kementerian, lembaga, organisasi, pemerin­tah daerah dan BUMN/BUMD. Dalam surat itu, KPK berharap pihak-pihak tersebut mem­berikan imbauan secara in­ternal kepada pejabat dan pegawai di lingkunga kerja masing-masing untuk meno­lak gratifikasi. Dan, tidak memberi gratifikasi kepada ASN.

Hal serupa juga diharapkan diterapkan oleh pimpinan perusahaan dan korporasi. Sebab, merujuk berbagai ka­sus, pemberi gratifikasi penyel­enggara negara mayoritas berasal dari perusahaan atau pengusaha. ”Pimpinan peru­sahaan kami harap komitmen­nya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan uang pelicin atau suap ke­pada penyelenggara negara.”

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan