“Yang lain kan, sudah saya kembalikan ke keluarganya jadi anak anak itu, ada yang saya kembalikan ke keluarganya karena pertimbangan saya begini, mengapa tidak hanya urus waktu ini. Orangtua ini kalau anak-anaknya hamil, terus mereka saya urus mereka tuh seperti bebannya tuh hilang, padahal mereka itu harus mengantarkan anaknya yang hamil itu menjadi anak yang baik. Nah akhirnya saya mikir, sudah saya kembalikan supaya fisik si anak ini di lihat oleh keluarganya. Jadi tujuanya, bukan saya ngga mau ngurus, supaya mereka mempunyai semangat untuk memperbaiki.”
Ternyata dari sekian banyak anak-anak yang hamil itu, rerata mereka korban pergaulan bebas, dan perkembangan media sosial.
Sebagai seorang guru agama, ia juga memiliki cara yang inovatif dan menarik dalam mengajar di kelas, sehingga murid-murid dapat benar-benar memahami pelajaran dan tidak mudah jenuh. Salah satu inovasi itu adalah mendisain pembelajaran mengenai pernikahan menjadi lebih menarik dengan langsung dipraktikkan dengan menyelenggarakan nikah massal di sekolah.
Acara ini juga dirangkai dengan kegiatan Festival Gifari dengan puncak acara pada tanggal 14 Februari. ”Ini sekaligus untuk menangkal pengaruh negatif valentine day bagi anak-anak,” ungkap Yuli.
Kepala SMAN 4 Bandung, Dr. Andang Segara mengaku bangga dengan raihan prestasi yang diterima Endang Yulli, meskipun sebut dia apa yang dilakukannya itu memang merupakan dari tugasnya sebagai guru.
”Saya sebagai kepala sekolah. Saya bangga meliat anak buah saya berprestasi, namun sebetulnya itu kan tugas guru. Tugas guru itu kan mencintai, melindungi anak-anak. Jadi itulah salah satu ciri guru yang terbaik lah. Jadi harusnya semua guru seperti itu, untuk memberikan pengayoman memberikan perlindungan mengasihi memberikan cinta kepada mereka-mereka dan ini riil di lakukan oleh ibu ini. Makanya saya juga kagum karena memang tidak bisa semua guru seperti itu,” pungkasnya. (tamat)