Kemenangan Kotak Kosong, UU Perlu Dikaji Ulang

JAKARTA – Fenomena kemenangan kolom kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 yang berlangsung pada, Rabu (27/6) jadi catatan khusus buat demokrasi saat ini.

Lantaran, dukungan partai politik tidak bisa menjadi acuan bagi para calon kepala daerah saat hendak mencalonkan diri dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, hal itu terlihat saat kekalahan calon Wali kota dan Wakil Wali kota Makassar Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) berdasarkan hasil hitung cepat (quick count).

Berdasarkan hitung cepat yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey seperti Celebe Research Center (CRC), pasangan Appi-Cicu yang diusung oleh 10 partai politik itu hanya mampu meraih 46,55 persen suara, kalah jauh dengan kolom kosong yang mendapat 53,45 persen suara. Otomatis, kemenangan kolom kosong ini menjadi pelajaran penting dalam demokrasi Indonesia.

Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Zulkifli Hasan mengatakan, kemenangan ini menjadi pelajaran penting dan langkah tepat untuk mentelaah kembali Undang-Undang (UU). Meski begitu, Ketua MPR menyarankan agar semua pihak menerima dengan lapangdada hasil Pilkada tersebut, karena sudah sesuai dengan aturan yang ada. ”Ya itu pelajaran penting ya. Semua itu tergantung UU juga. Dalam UU, kalau menang, ya tetap menang,” kata Ketua MPR-RI kepada awak media di kompleks Gedung DPR/MPR RI, kemarin (28/6).

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menuturkan, kebijakan melawan kolom kosong di Pilkada Indonesia tidak demokratis, karena para calon kepala daerah mengandalkan materi (uang) untuk memborong semua partai guna mengamankan posisi mereka dan mengganjal calon lainnya. Olehnya itu, PAN kata Zulkifli Hasan sangat tidak setuju dengan kebijakan tersebut. “Ya lawan kotak kosong kan nggak demokratis. Kami dulu nggak setuju, cuman kan dulu siapa ya, kami nggak setuju. Apalagi partai bisa memborong kandidat. Kan demokrasi ada kompetisi, kalau lawan kotak kosong gimana, yang punya uang borong partai. Tapi UU kan gitu, yaudah. Nanti kita pelajari lagi,” ujarnya.
Senada dengan Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Agus Hermanto menuturkan, kemanangan kolom kosong harus dihargai dan dimaknai bersama hingga menghasilkan hasil yang betul-betul demokratis serta melalui koridor demokrasi. Selain itu, Agus Hermanto juga menyarankan agar aturan kolom kosong dipikirkan kembali.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan