Jokowi Batal Naikkan Cukai Rokok

JAKARTA – Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menaikkan cukai rokok tahun ini dinilai memperhatikan aspirasi para petani tembakau.

Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun mengatakan dirinya sangat mengapresiasi keputusan presiden tersebut. Menurut Misbakhun, dengan tidak menaikkan cukai rokok, pemerintah sangat memperhatikan industri hasil tembakau (IHT) dari hulu hingga hilir.

”Saya juga memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Bea Cukai yang memperhatikan aspirasi stakeholders pertembakauan selama ini,” kata Misbakhun di Gedung Parlemen Senayan, kemarin (2/11).

Politisi asal Golkar ini menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap petani tembakau dan buruh IHT adalah penting.  Disebabkan menyangkut keberlangsungan hidup para petani tembakau. Namun demikian, pemerintah harus tetap memperhatikan aspek kesehatan dalam membuat sebuah kebijakan.

”Sekali lagi ini menunjukkan sikap Presiden Jokowi yang aspiratif. Dan ini menunjukkan keberpihakan Pak Jokowi terhadap para petani tembakau dan para buruh IHT terbukti nyata,” tegas Misbakhun.

Selain menunda kenaikan cukai hasil tembakau pada 2019, Pemerintah juga menunda aturan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai tembakau sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Misbakhun menegaskan, penundaan PMK 146 harus permanen.

”Ketika pemerintah kelak akan membuat regulasi pengganti PMK 146, maka harus dibicarakan dengan semua pemangku kepentingan sehingga kebijakan yang dihasilkan memberikan rasa keadilan semua pihak,” terangnya.

Dengan penundaan kenaikan cukai untuk 2019 ini, Misbakhun mengimbau pada Pemerintah agar memperhatikan struktur golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Menurut Misbakhun, Pemerintah harus mengkaji kembali batasan produksi dalam struktur tarif cukai untuk SKT.

Saat ini, pabrikan SKT kecil dan menengah, yaitu golongan II dan III, mempunyai batasan produksi sejumlah 2 milyar batang (gol II) dan 500 juta batang (gol III) per tahun. Setiap penambahan produksi 1 miliar batang, setara dengan penambahan jumlah tenaga kerja 2.000-3.000 orang. Hal ini juga akan berdampak positif pada penerimaan Negara dari cukai.

”Pemerintah mesti mempertahankan preferensi tarif dan harga bagi jenis SKT. Hal ini akan membantu SKT sebagai industri padat karya yang memproduksi produk khas Indonesia,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan