JATIM – Memperbaiki kualitas Tim Nasional (Timnas) senior bukan satu-satunya pekerjaan rumah bagi PSSI era Edy Rahmayadi. Ada tantangan berat yang baru-baru ini terkuak, yakni tentang adanya pengaturan pertandingan, alias match fixing.
Sejumlah fenomena yang muncul pada babak 8 besar Liga 2 2018 seolah memperkuat dugaan adanya match fixing. Hadiah penalti sering terjadi, terutama bagi tim tuan rumah. Apalagi kemudian muncul ‘kicuan’ dari petinggi Madura FC tentang indikasi upaya pengaturan hasil pertandingan.
“Isu match fixing ini sensitif di lingkungan olahraga. Seharusnya direspons dengan cepat oleh PSSI. Harus ada langkah konkret dari PSSI sebelum kompetisi selesai,” harap Sekretaris Umum Asprov PSSI Jawa Timur (Jatim), Amir Burhannudin.
PSSI tidak cukup hanya menurunkan tim investigasi untuk meneliti pertandingan yang terindikasi match fixing. “Harus ada pengawasan ekstra selain dari organ Komisi Disiplin,” usul pria yang berprofesi sebagai lawyer ini.
Sebab, kompetisi Liga 1 telah memasuki babak akhir. Tidak hanya persaingan memperebutkan gelar juara saja yang sengit, kompetisi di papan bawah juga tak kalah membara. Karena ada lima tim yang berpeluang terdegradasi ke Liga 2 musim depan.
Lalu, kompetisi Liga 2 2018 tengah melangsungkan babak semifinal. Begitu pula dengan kompetisi Liga 3 yang memasuki fase nasional. Tiga level kompetisi ini mendekati akhir yang pasti rentan dengan intrik dan upaya nonteknis. Artinya, PSSI harus memelototi betul-betul supaya tidak ada ‘tangan-tangan gaib’ yang bermain.
Match fixing, maupun kegagalan Timnas senior, seperti nila setitik yang merusak susu sebelanga. Pencapaian PSSI era Edy Rahmayadi yang getol membangun fondasi melalui sepak bola usia dini, seolah tertutupi oleh dua isu tersebut.
“Jangan lambat untuk membereskan masalah ini. Sebab itu akan mendistorsi seluruh program yang selama ini berada di area yang tidak terlihat. Sangat disayangkan, sebab bisa merusak citra positif yang sedang dibangun PSSI,” tutup Amir. (saf/JPC/drx)