Harusnya Gatot Nurmantyo Sebarkan Virus Nasionalisme

JAKARTA – Seruan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat menjadi juru kampanye bagi pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, ramai diperbincangkan.

Gatot dikritik lantaran pesannya untuk memilih putra daerah di Pilkada Sumatera Utara. 

Dalam orasinya yang berapi-api, Gatot menyerukan bahwa “Memilih pemimpin Sumut bukan dari warga Sumut adalah penghinaan terhadap warga Sumut sendiri. Dalam diri putra-putri Sumatera Utara mengalir darah pemimpin. Warga Sumatera Utara bukan mental tempe”. Ucapan Gatot ini pun dianggap bertolak belakang dengan jargon “menjaga NKRI” yang selalu digembor-gemborkan sang Jenderal. 

“Tidak terlihat adanya konsistensi dari klaim NKRI yang selalu beliau ucapkan dalam setiap pidatonya. Artinya di satu sisi mengklaim nasionalis, di sisi lain menyerukan kepala daerah harus putra daerah,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing saat dihubungi wartawan, Kamis (28/6). 

Selain itu, menurut Emrus, kesan yang dibaca publik adalah seruan itu ditujukan kepada pasangan yang didukungnya yaitu Edy-Ijeck. Dimana Edy Rahmayadi merupakan juniornya di TNI.

Secara relasi, Emrus menilai, Gatot dan Edy memiliki kedekatan.

“Dari sisi komunikasi, peta mining di balik itu adalah mengarahkan pandangannya kepada salah satu paslon di Pilkada Sumut,” sambungnya.

“Pertanyaannya kemudian, putra daerah itu juga seperti apa? Apakah paslon di daerah tersbeut benar-benar putra daerah. Jangan-jangan putra dari provinsi tertentu tetapi dia kecil di sana. Misalnya saya suku Batak tapi saya lahir di Aceh, apakah saya putra sumatera utara atau putra aceh. Jadi tergantung dari perspektif mana melihat,” tambah Emrus. 

Karena itu, menurut dia, tidak perlu lagi ada dikotomi antara putra daerah atau bukan putra daerah, sebab Indonesia bukan negara federal melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Artinya sangat indah sekali kalau misalnya warga Suku Batak jadi gubernur di Jawa Tengah. Kenapa tidak? Salahkah menurut undang-undang? Tidak. Kalau memang kita konsekuen dengan NKRI dan nasionalisme kita, jangan lagi mempersoalkan putra daerah atau nonputra daerah, tapi putra-putri Indonesia,” jelas Emrus.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan