Guru dan Murid Perlu Membiasakan Berbuat Baik

”Yang harus diperbaiki ter­lebih dahulu adalah akhlak orang dewasanya. Sebab, anak belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang dewasa di lingkungan terde­katnya maupun media,” urai­nya kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.

Psikolog Universitas Pendi­dikan Indonesia (UPI) terse­but memerinci, orang de­wasa harus mau mendengar­kan ”suara anak” apa yang menjadi kebutuhan mereka. Termasuk trend yang sedang berkembang di dunia mereka.

Yang perlu juga diperhatikan, sebagai sesama mahluk hidup, anak memiliki posisi setara untuk dihargai. Sebab, pene­litian membuktikan anak yang merasa dihargai minat dan kebutuhannya akan terdorong bertanggung jawab.

”Penyelerasan ini bisa ber­hasil, jika pendidikan karak­ter dilakukan dengan proses dialog,” tegasnya.

Ifa menuturkan, dampak karakter budaya Jabar Masagi belum bisa dilihat instan. Se­bab, pendidikan karakter adalah pendidikan proses.

”Ibarat menanam bibit po­hon kita tidak bisa langsung panen seketika dalam satu atau dua hari tetapi untuk menjadi pohon yang kokoh perlu memperkuat akar yaitu nilai-nilai kebajikan yang menjadi pondasi dalam sistem kepercayaan dan pola pikir anak,” paparnya.

”Jika ingin mengantarkan anak menjadi pohon yang kokoh yang bermanfaat besar, maka diper­lukan tukang kebun kehidupan yaitu orangtua dan guru-guru yang memiliki keteladanan un­tuk telaten dan sabar mau me­rawat pertumbuhan spiritual, emosi, sosial, fisik, kognitif anak,” sambungnya.

Dia menilai, setidaknya 20 tahun ke depan, kita baru tahu rapor sesungguhnya setelah anak terjun di masy­arakat. Apakah anak mampu menjadi manusia dewasa yang berbudaya yang memiliki adab dan merawat peradaban di masyarakat.

Di bagian lain, beberapa muatan lokal di sekolah di­hapus. Padahal, beberapa di antaranya adalah indentitas dari wilayah tersebut.

Menyikapi hal itu, Ifa menilai, tim Jabar Masagi sangat mendo­rong dihidupkannya kembali budaya atau bahasa yang per­nah dihapus dalam kurikulum lokal. Sebab, ini menyangkut identitas dan warisan perada­ban di dalamnya.

Ki Hadjar Dewantara pernah mengingatkan jangan men­cabut akar identitas lokal karena bagaimanapun pen­didikan nasional adalah pen­didikan yang mengakomodir seluruh kebutuhan rakyat Indonesia di masing-masing tempatnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan