Dampak Bonus Demografi Bagi Perempuan

Selanjutnya, perempuan akan mempunyai lebih banyak waktu untuk mengembangkan diri serta berperan lebih dalam pembangunan. Misalnya, masuk pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hasilnya, ketahanan keluarga dari sisi ekonomi akan lebih terjaga. Bahkan dapat menambah tabungan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai investasi. Semua ini merupakan proses yang saling berkaitan.

Fakta

Sayangnya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, ada paradigma tentang pembagian tugas dalam keluarga. Laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga. Dalam dunia kerja juga tak jarang dijumpai pembagian kerja berdasarkan jender.

Dalam laporan tingkat kesetaraan gender yang dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (Economic World Forum), Indonesia menduduki peringkat ke-88 dari 144 negara, dan tertinggal jauh dari Filipina yang menduduki posisi ke 7. Di antara negara-negara anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari 10 negara.

Data dan fakta membuktikan, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) setiap tahun menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang sama, upah/gaji yang diterima perempuan lebih rendah secara rata-rata. Tentu tidak adil rasanya. Belum lagi jika melihat hubungan makin meningkatnya tingkat pendidikan perempuan saat ini. Perempuan masa kini pastinya ingin berbuat lebih dan mengaktualisasikan diri serta lebih berkontribusi dalam membangun bangsa dan kesejahteraan negara.

Di sisi politik, setidaknya negara telah memberikan ruang yang luas dan ramah bagi kaum perempuan untuk berkiprah. Bahkan hal tersebut telah diperkuat dengan adanya penetapan 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Melalui undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Perwakilan Rakyat. Walaupun belum sepenuhnya terwujud.

Di sisi lain, masih ada regulasi yang perlu untuk dilakukan perbaikan. Utamanya adalah undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga dan pencari nafkah. Serta disebutkan juga batas minimal menikah untuk perempuan adalah 16 tahun. Ini berarti bertentangan serta melanggar hak-hak anak di mana anak didefinisikan berusia sebelum 18 tahun.

Harapan

Tentu kita berharap kontribusi perempuan dalam pembangunan perlu dihargai. Terutama hak-hak asasi sebagai perempuan dan dihormati hak-hak reproduksinya. Revisi terhadap undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perlu dilakukan khususnya terkait batasan usia menikah, serta redaksi pencari nafkah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan