Bentuk 17 JQR Kabupaten/Kota di 2019

Jabar Quick Response (JQR) menjadi tren baru pelayanan masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Praktis, cepat dan segera tertanggulangi. Bagaimana cara membuat JQR di daerah?

JQR merupakan program pertama Ridwan Kamil selaku Gubernur Jabar yang diluncurkan di Gedung Sate, Bandung, Selasa (18/9) lalu. Bukan tanpa sebab. Gubernur ingin permasalahan sosial bersifat kedaruratan di Jabar dapat segera ditangani. Tanpa berbenturan dengan panjangnya birokrasi.

Caranya pun mudah. Bisa menghubungi tim JQR melalui nomor telepon, email, atau akun media sosial. Dari beragam laporan yang masuk, tim JQR yang terdiri atas ASN Pemprov Jabar dan relawan ini, dapat dihubungi melalui jalur hotline 08111-35-7777. SMS ke nomor 1708 dengan awalan (LAPOR), Instagram dengan nama akun @jabarquickresponse. Twitter di akun JabarQR, dan Facebook di JQR.

Penindakan dan Investigasi Lapangan Jabar Quick Response Ashwin Hermawan Suganda mengatakan, berdasarkan data aduan yang masuk ke tim di JQR, laporan via Whatsapp mendominasi aduan, Total aduan hingga 30 November 2018, kata Ashwin, hotline (2.463 aduan), Whatsapp (15.770), Instagrgam (2.607), Twitter (600), Facebook (1.038) dan form aduan (8.834).

”Dari data aduan tersebut, selanjutnya diverifikasi oleh tim. Setelah terverifikasi, data tersebut baru ditransfer ke tim lapangan untuk dicek kembali,” kata Ashwin kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.

”Dari coba cocokkan antara hasil verifikasi dengan hasil data lapangan. Sesuai tidak dengan yang dinarasikan dalam aduan,” kata dia lagi.

Ashwin juga mengatakan, per 5 Desember 2018 topik sebaran pengaduan mencapai 9.164. Jumlah tersebut terbagi atas Infrastruktur (2.406), Ekonomi (1.533), Kesehatan (1.492), Sosial (1.445), Pendidikan (1.117), Birokrasi (537), Ketenagakerjaan (301), Transportasi (296) dan tanpa keterangan (2).

Dengan banyaknya masalah yang masuk, makanya JQR pun mengklasifikasi tujuh masalah yang akan ditangani. Di antaranya, kegawatdaruratan, pendidikan, masalah kelaparan. Kemudian, rumah roboh, jembatan runtuh, listrik dan masalah kebencanaan.

Dia mengungkapkan, dari pengecekan di lapangan juga banyak kasus kesehatan terjadi karena terbentur administrasi. Umumnya peserta BPJS Mandiri yang menunggak atau bahkan tidak memiliki sama sekali Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Setelah dicek, tidak hanya warganya yang tidak memiliki BPJS dan KIS, tapi di beberapa daerah juga masih didapati perangkat daerahnya yang kurang aktif dalam menyoliasisasikan dua elemen asuransi kesehatan tersebut. ”Bahkan ada yang tidak punya sama sekali BPJS dan KIS,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan