Banjir Darah Uighur di Halaman Kedubes

Kedutaan Besar Tiongkok dibanjiri pendemo Aksi Bela Uighur. Mereka mengecam tindakan diskriminatif warga Muslim di sana oleh pemerintah setempat. Aksi ini adalah yang kedua terbesar dialami kedutaan tersebut pasca peristiwa 30 September 1965 silam.

KHANIF LUTFI Jakarta

SUARA tembakan terdengar keras menggelegar di depan Halaman Kedutaan Besar Tiongkok di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12) siang. Suara pukulan juga terdengar berkali-kali. Diikuti suara tangis dan jerit ketakutan. Tangisannya sangat menyayat hati.

Para perempuan dan pria tua bersimbah darah. Seorang pria berkopiah terlihat mati di tepi trotoar. Pekikan tangisan silih berganti. Memekakan hati, memekakan jiwa. Seorang tentara terlihat menyeret pria malang tersebut. Suara ini datang dari sebuah teatrikal para anak muda mengenai penderitaan Muslim Uighur di depan Kantor Kedutaan Besar Cina, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin (21/12).

”Ampuun-ampuuun, jangan sakiti kami. Kami mau bebas, kami tidak mau dipaksa,” kata pria bersorban dan wanita Uighur dalam aksi tersebut. Tak digubris, bukan ampunan yang didapat tamparan keras mendarat di pipi. Dan itu benar tamparan, sakit dan benar-benar aksi yang memikat. Bunyi pukulan terdengar pas dari speaker aktif di mobil komando.

Tentara pemerintah Tiongkok digambarkan dengan kejam. Tak kenal ampun. Tendangan dan pukulan terus diberikan kepada rakyat Uighur. Mereka juga digambarkan memberikan minuman beralkohol kepada rakyat Uighur secara paksa. Dari kedubes, tampak satu dua orang melihat dari balik jendela berpagar duri tersebut. Pihak pengamanan.

Dor. Satu rakyat Uighur tewas di tempat setelah ditembak tepat di dada. Darah segar mengalir membahasi pakaiannya. Jerit histeris kembali menggema di depan pintu duta negeri tirai bambu tersebut. Mereka berpelukan saling melindungi. Rasa takut semakin terpancar jelas di wajah rakyat Uighur.

Tak sampai di situ, tentara Tiongkok juga digambarkan menginjak-injak kitab suci Alquran. Rakyat Uighur juga dipaksa untuk merobeknya. ”Saya tak mau. Saya akan berpegang teguh sampai matim” kata seorang yang digambarkan sebagai rakyat Uighur.

Aksi teatrikal semakin seru. Peserta aksi dan warga sekitar Kuningan ikut menyaksikan dan manusia semakin padat. Mereka ingin melihat lebih dekat apa yang digambarkan di Uighur secara teatrikal. Beberapa diantaranya ada yang meneteskan air mata. Empati, seperti merasakan apa yang dialami oleh rakyat Uighur. Bendera Turkestan Timur berlambang bulan bintang dengan latar berwarna biru berkibar di sana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan