Bang Ali, Temuan Baru Pengendali Hama

Dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) 2018 yang digelar Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Biro Organisasi, UPTD Balai Perlindungan Perkebunan  Provinsi Jawa Barat memunculkan inovasi baru dalam dunia perkebunan di Indonesia. Jika selama ini hama dan penyakit pengganggu tanaman sulit dikendalikan, Bang Ali kini menjadi solusi terbaik dan unik.

ANDY RUSNANDY, Bandung

SOPIAN tampak antusias menjelaskan proses pembuatan agensia pengendali hayati media cair di laboratorium milik balai. Tiga karyawannya ikut membantu. Tangannya memegang botol hasil olahan yang sudah jadi. Di sana juga terdapat beberapa bahan sebagai media pembuatannya. Jamur APH pada media jagung dan media menir beras. Serta alat inkubasi dan paling utama shaker, alat pengocok.

Awalnya, ide pembuatan cairan pengendali OPT ini muncul sangat sederhana. Atas keprihatinan Kepala UPTD BPP Dede Wahyu dan Kepala Seksi Sarana Teknologi PHT Mochamad Sopian Ansori terhadap kesulitan yang di hadapi petani dalam produksi APH media padat. Masalah utamanya, petani kebun membuatnya dengan media padat, yang dinilai mempunyai banyak kelemahan.

Pertama, petani mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) masih mengandalkan pestisida kimia yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Kedua, sarana pengendalian masih mengandalkan Agensia Pengendali Hayati (APH) yang dikembangkan pada media padat berupa beras atau jagung, dan pestisida Nabati yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama.

”Pembuatan atau pengembangan APH dan pestisida nabati masih dilakukan secara konvensional. Sehingga kualitas dan kuantitasnya tidak dapat tahan lama. Paling lama kedaluarsanya seminggu,” kata Sopian.

Berdasarkan data statistik perkebunan tahun 2015, luas perkebunan rakyat di Provinsi Jawa Barat mencapai 364.685 Ha. Sedangkan menurut data serangan hama dan penyakit tahun 2016 mencapai 33.286,98 Ha. Dengan perkiraan taksasi kerugian yang menimpa petani dan kelompok tani mencapai Rp 1,8 miliar.

Melihat data itu, Dewa dan Sopian mulai berpikir keras. Mencari solusinya. Belajarlah ke beberapa  perguruan tinggi hingga bertemulah dengan Profesor Loekas Soesanto di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Dua tahun belajar, pada tahun 2017 barulah menemukan hasil. UPTD Balai Perlindungan Tanaman Perkebunan telah menghasilkan produk olahan APH media cair siap pakai di lapangan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan