ASN Disbudpar Dites Urine

BANDUNG -Sebanyak 82 orang pegawai Dinas Kebu­dayaan dan Pariwisata (Dis­budpar) Kota Bandung menjalani tes urine di Kantor Disbudpar, di Jalan Cihapit No. 227 Kota Bandung, Rabu (21/11). Tes urine ter­sebut bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Bandung.

Pengujian tersebut meru­pakan agenda rutin Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kota Bandung bekerja sama dengan BNN Kota Bandung. Hal ter­sebut merupakan bagian dari pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang men­jadi kewenangan BKPP.

Kepala Bidang Evaluasi Ki­nerja, Disiplin, dan Kesejah­teraan Pegawai BKPP Kota Bandung, Harry Chrismar­jadi mengungkapkan, scre­ening test ini merupakan agenda rutin BKPP kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Bandung. Dalam setahun, screening test dilakukan se­banyak 6-10 kali di berbagai OPD dan kewilayahan secara acak oleh BKPP.

“Tes bukan berarti karena ada kasus penyalahgunaan narkoba. Tapi ini memang sudah agenda BKPP dalam 4 tahun terakhir,” tutur Harry.

Menurutnya, tes tersebut juga merupakan upaya pre­ventif BKPP untuk mende­teksi ASN Kota Bandung yang terpapar oleh obat-obatan terlarang. Jika ada ASN yang terpapar, BKPP bersama BNN akan merehabilitasinya.

“Kami justru akan mereha­bilitasi, bukan mengkrimina­lisasi,” tegas Harry.

Rehabilitasi tersebut bertu­juan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap obat-obatan berbahaya itu. Dengan demikian, para ASN dapat hidup dengan lebih berkualitas.

“Kalau sudah berkualitas kan akan berdampak baik terhadap kinerja juga,” imbuhnya.

Di sisi lain, BKPP juga akan memberi sanksi kepada ASN yang menggunakan narkoba. Sanksi tersebut merupakan bagian dari proses pembi­naan terhadap ASN.

“Tentu ada sanksi adminis­tratif. Tapi sanksi tersebut ada­lah sanksi kedisiplinannya, bukan penyalahgunaan nar­kobanya. Kalau penyalahgu­naannya kan ada instansi lain (yang berwenang),” ujar Harry.

Sanksi administratif kepada ASN antara lain mulai dari penundaan kenaikan gaji berkala sampai penurunan pangkat. Hal tersebut bergan­tung pada tingkat pelangga­ran yang dilakukan oleh ASN.

“Kalau pelanggarannya be­rulang, artinya yang sudah direhabilitasi kemudian ‘me­makai’ lagi, lalu begitu terus, bisa saja pemecatan,” ungkap Harry. (yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan