”Dari sisi pendidikan, mungkin dari 15 itu. Satu-satunya, saya yang pendidikannya paling rendah. Saya hanya S1, S2 nggak selesai karena pekerjaan saya sehari-hari momong bayi,” ungkap guru Lulusan S1 Pendidikan Agama Islam IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung itu.
Karenanya dia, tak menyangka jika dirinya justru mampu menembus 5 besar, dan kemudian terpilih kembali menjadi 3 besar. Sesuatu yang mengagetkan, demikian dia berujar. Kelima belas orang itu sebut Endang di undang 28, 29 November lalu, mereka diseleksi secara langsung di TVRI.
”Kami berdiri sendiri di depan 5 juri dan itu di close up semuanya. Kalaupun orang bohong, pasti kelihatan. Sudah selesai 15 itu, kami belajar juga, ada Dosen dari Lemhanas mengajar kami. Kami belajar sampai jam 11 malam, jadi benar-benar saya merasakan apa itu namanya ya, luar biasalah. Fisik itu harus terlatih, sementara yang lain itu muda-muda,” jelasnya.
Usai seleksi mereka kemudian berdiri untuk kembali mengambil Lima besar. ”Saya nggak pernah kepikir Pak (lolos). Karena yang lima itu dua doktor, dan yang satu penghargaan dari dalam dan luar Negeri, dan yang dua lagi S2 dan persiapan doktor, peneliti, Pak. Penyelamat hutan, penyelamat uang negara triliunan. Saya satu, Endang Yuli, Guru SMA momong bayi, bayangin S2 nggak selesai,” tuturnya.
”Pak Bapak tahu nggak, waktu saya masuk lima terbaik. Saya lemas Pak. Karena apa, seleksinya kan berat. Tapi ngga apa-apalah demi anak-anak yang sekarang saya asuh. Pikiran saya sederhana mudah-mudahan saya menyampaikan gagasan saya tentang bagaimana sih sebenarnya menyematkan manusia itu.”
”Apa artinya dunia ini, kalau manusia tidak terselamatkan dengan baik konsep kehidupannya. Itu malah merusak dunia, pikiran saya sederhana, mudah-mudahan apa yang saya sampaikan itu bisa menginspirasi orang,” ujarnya. (bersambung)