Satu Lembar A4 Dibuat Tiga Bulan

Tahun 1960-an daluang (kertas tradsional, Red) dinyatakan punah. Pohonnya sulit ditemukan. Perajinnya pun tidak ada regenerasi. Zaman dahulu, daluang ini adalah bahan kertas. Proses pembuatannya cukup lama. Untuk satu lembar kertas saja bisa sampai menunggu tiga bulan. Kini, ”dibangkitkan” lagi oleh Museum Sri Baduga Jawa Barat.

ANDY RUSNANDY, Bandung

TANGAN Hady Prastrya memegang batang pohon saeh. Ukurannya kecil. Berdiameter 5 centimeter. Panjangnya 30 centimeter. Dia mengupas kulit saeh pakai pisau. Hingga terlihat daging batangnya. Warnanya putih. Seperti pohon-pohon kebanyakan lainnya.

Batang saeh itu kemudian dia kuliti. Persis seperti sedang membuang kulit singkong. Tebal kulitnya kira-kira 2 milimeter. Panjangnya tetap 30 sentimeter. Dan lebarnya kira-kira 7 sentimeter. Lembaran inilah bahan untuk membuat daluang.

Kulit kayu hasil pengulitan dia rendam ke dalam wadah. Berisi air putih biasa. Waktu perendaman selama tiga hari. Untuk satu kulit kayu tadi. Setelah selesai, dia letakkan kulit kayu tadi di atas dudukan. Dudukannya juga terbuat dari pohon. Yang sudah digergaji rata.

Lembaran kulit kayu tadi dia pukul-pukul. Pakai palu khusus. Terbuat dari lempengan besi bergaris-garis. Seperti proses membuat pedang. Proses ini bisa memakan waktu satu jam. Bisa lebih. Tergantung ukuran kertas yang diinginkan. Semakin besar dan panjang ukurannya, semakin lama mukulnya.

Hasilnya, yang semula kulit kayu tadi berukuran kecil, berubah menjadi seperti ukuran kertas A4. Sebab, kayunya melar dipukuli pakai palu. Kertas inilah yang zaman dahulu disebut daluang oleh leluhur Sunda. Bahasa daerah lain tentu berbeda-beda. Intinya sama; lembaran kertas.

”Tapi belum bisa dipakai untuk ditulis. Sebab masih basah. Dan ada proses selanjutnya. Yakni dipermentasi. Dibungkus pakai daun pisang. Selama tiga hari. Seperti permentasi makanan tape. Tapi yang ini bukan untuk dimakan,” kata Hady, pelaku daluang kepada Jabar Ekspres.

Selesai proses permentasi, kemudian dijemur. Tidak seperti jemur pakaian. Hanya dililitkan ke gedebong pisang. Melingkar. Sebab, meski sudah dipermentasi, bukan berarti kering. Justru tambah basah, karena lembab.

”Cara menjemur ini khusus jika untuk dipakai menjadi kertas. Jika untuk dijadikan pakaian, cara jemurnya biasa saja. Cukup di simpan di mana saja. Bebas. Asal kena sinar matahari,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan