Persoalan Tanah Rentan Konflik

jabarekspres.com, NGAMPRAH– Mantan Dirjen Penataan Agraria pada Kemen­terian Agraria dan Tata Ruang yang kini menjadi Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung Barat Doddy Imron Cho­lid angkat bicara soal sengketa tanah yang kerap terjadi di tengah masyarakat salah satu­nya yang terjadi di Pemkab Bandung Barat.

Menurut dia, sengketa tanah bisa diminimalisir, jika pen­guasaan tanah, baik perseo­rangan, badan hukum, dan instansi pemerintah, diukur, dipetakan kemudian didaf­tarkan menjadi sertifikat. “Namun, dalam faktanya di lapangan tidak seperti itu. Terkadang tanah juga dibiar­kan tanpa diurus administra­sinya atau kebanyakan belum memiliki sertifikat sehingga memunculkan konflik,” kata Bakal Calon Bupati Bandung Barat pada Pilkada 2018 di Ngamprah, kemarin.

Oleh sebab itu, kata dia, penataan ruang kota atau wilayah, akan bisa di imple­mentasikan. Sebab, menjadi faktor penting penguasaan pemilikan tanah menjadi da­sar dalam perencanaan tata ruang. “Akibat semerawutnya kepemilikan lahan menjadi salah satu penghambat pembangunan daerah. Ka­rena dalam melakukan pembangunan harus memi­liki lahan dengan kekuatan hukum,” terangnya.

Doddy menambahkan, ren­cana detil tata ruang (RDTR) harus dimulai dari inventari­sasi penguasaan kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Peran pemerintah juga harus hadir menengahi per­soalan sengketa tanah di ma­syarakat. Sehingga masyarakat lebih paham akan pentingnya bukti sertifikat sebagai tanda kepemilikan lahan. “Peran pe­merintah dibutuhkan salah satunya dengan gencar sosia­lisasi soal pentingnya kepemi­likan sertifikat,” ujarnya.

Sebelumnya, petugas Peng­adilan Negeri Bale Bandung didampingi TNI/Polri mela­kukan eksekusi lahan di Kam­pung Cinangela, Desa Me­karsari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat yang lokasinya berdamping­an dengan Perkantoran Pem­kab Bandung Barat diwarnai ketegangan antara pihak peng­gugat dan tergugat. Namun akhirnya, eksekusi tetap di­jalankan dengan dilakukan pemagaran lahan dengan seng.

Ketegangan tersebut terjadi lantaran pihak tergugat, ya­kni Zemmy Setiawan mem­permasalahkan putusan pengadilan. Soalnya, dalam putusan tersebut, objek ek­sekusi berada di Kampung Kihiyang, RT 4 RW 3, Keca­matan Ngamprah. “Tapi di lokasi yang dieksekusi itu malah di Kampung Cinang­ela, RT 2 RW 8, bukan Kampung Kihiyang. Jelas ini menyalahi aturan dan tindakan yang semena-mena oleh aparat,” sesal Zemmy di lokasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan