Jabar Sedot Anggaran Tertinggi, Pilkada 2018 Telan Rp 11,9 Triliun

jabarekspres.com, JAKARTA – Tarik ulur penetapan anggaran penyelenggaraan pilkada 2018 di 171 daerah berakhir. Provinsi Papua menjadi daerah terakhir yang merampungkan kesepakatan naskah penandatanganan hibah daerah (NPHD) pada Rabu (4/10).

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan, berdasar rekap KPU RI, total anggaran yang disetujui untuk pilkada 2018 adalah Rp 11,9 triliun. Jumlah tersebut lebih sedikit dari total anggaran yang diusulkan sebelumnya, yakni Rp 14,8 triliun.

Pram menyatakan, selisih tersebut merupakan hasil tawar-menawar antara KPU daerah dan pemerintah daerah masing-masing. Di Provinsi Papua, misalnya, dari Rp 1 triliun yang diajukan, hanya disepakati Rp 850 miliar. Hal serupa terjadi di Kalimantan Timur yang dipangkas hampir 35 persen dari usulan penyelenggara pilkada.

”Jadi, tidak semua yang diajukan KPU provinsi dan kabupaten/kota disetujui pemerintah daerah masing-masing. Bergantung pada kemampuan keuangan daerah,” ujarnya di Kantor KPU RI, Jakarta, kemarin.

Dari jumlah tersebut, pilkada Jawa Barat tercatat menyedot anggaran paling besar, yakni Rp 1,1 triliun. Di belakangnya, pilkada Jawa Tengah Rp 990 miliar, Sumatera Utara Rp 855 miliar, Papua Rp 850 miliar, dan Jawa Timur Rp 817 miliar.

Meski demikian, jika melihat pengalaman pelaksanaan pilkada sebelumnya, jumlah tersebut rata-rata tidak habis. Sebab, rancangan yang dibuat daerah didasarkan pada penggunaan maksimal. Misalnya, menyediakan slot lima sampai tujuh calon. ”Nanti kalau calon hanya 2, 3, atau 4, biasanya ada kelebihan anggaran,” imbuhnya.

Terkait penggunaannya, Pram menjelaskan bahwa sebagian besar digunakan untuk honor petugas. Mulai panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), hingga  kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Angkanya bisa mencapai 60 persen.

Lantas, kapan uang tersebut mulai dicairkan? Mantan ketua Bawaslu Banten itu menyebutkan bahwa sebagian daerah mulai mencairkan. Namun, rata-rata tidak dilakukan dalam satu tahap. Sebab, mereka menggunakan dua tahun anggaran yang berbeda.

”Daerah mengalokasikan dana dari APBD 2017 dan 2018. Karena kemampuan pemda untuk menyediakan dana pilkada dalam satu tahun anggaran biasanya tidak sanggup,” ungkapnya.

Sementara itu, kondisi berbeda terjadi pada anggaran pengawas. Menurut anggota Bawaslu RI Mochamad Afifudin, masih banyak daerah yang belum menyepakati anggaran. Bahkan, 10 daerah di antaranya belum memulai pembahasan. (far/c6/fat/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan