Dilematis Batik, Antara Canting dan Printing

jabarekspres.com, ‎BANDUNG – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini sudah memiliki kesadaran dalam mengembangkan dan melestarikan batik sebagai warisan nusantara.

“Hari ini dari kemaren sudah mulai viral himbauan untuk berbatik jadi saya pikir di hari batik nasional ini alhamdulillah secara kasat mata secara kualitatif luar biasa masyarakat bisa mengenakan batik disetiap acara,” kata Netty ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (02/10/2017).

Ia mengatakan, Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober hanya merupakan penguatan terhadap kecintaan berbatik dan komitmen untuk mengembangkan dan melestarikan batik disetiap lapisan masyarakat.

“Karena itu tuntutan dari Unesco, bukan sekedar kita menjadi pemilik asli dari teknik membantik tapi kita juga punya strategi untuk mengembangkan dan melestarikan batik itu kepada seluruh lapisan usia termasuk anak-anak,” kata dia.

Menurut Netty, kesadaran para pengrajin dalam mengembangkan batik saat ini sudah sangat tinggi. Hal tersebut terlihat dari berbagai event fashion batik yang selalu menjadi daya tarik para pengrajin.

“Kemarin baru saja pameran kreanusa yang dibuka oleh presiden tanggal 29 September sampai 1 Oktober kemaren juga kita lihat dari berbagai daerah membawa batik. Itu gambaran betapa batik adalah tradisi asli Indonesia,” kata dia.

Sementara terkait keberadaan batik printing, Netty menganggap dalam perkembangan batik saat ini masyarakat dan para pengrajin batik tulis memang tidak bisa menghindari keberadaan batik printing yang kian beredar di masyarakat.

“Hari ini kita tidak bisa menghindar, ada pelaku-pelaku usaha yang kemudian ingin menjawab kebutuhan masyarakat dengan jumlah besar, dalam partai besar yang kemudian harus dengan motif yang sama, sehingga pendekatannya mereka menggunakan printing,” kata dia.

Menurutnya, yang dinamakan batik idealnya merupakan kain yang melalui proses pewarnaan canting, proses pencucian dan sebagainya. Sedangkan untuk batik printing, kata dia, tidak ada proses pewarnaan manual karena sepenuhnya memakai mesin.

“Sebetulnya kita inginnya idealis bahwa yang namanya membatik itu‎ ada proses canting dan pelabelan (cap) itu kita menggunakan lilin dan sebagainya, kemudian kita menembok (menutup) area yang tidak ingin diwarnai, ada proses pencucian dan sebagainya,” kata dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan