bandungekspres.co.id– Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung seolah tak hentinya dirundung masalah. Setelah masalah kesimpangsiuran jaminan pemerintah dalam proyek ini, kini, muncul persoalan tentang surat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal potensi bencana di jalur high speed train (HST) itu.
Melalui pernyataan resmi, BMKG bersurat pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 27 Januari 2016 lalu. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kemenhub Hermanto Dwiatmoko. Dalam surat tersebut, dijelaskan bila trase kereta cepat melewati zona patahan aktif sebagai sumber gempa bumi dan longsor.
”Dan, catatan sejarah gempa buminya menggambarkan gempa bumi sangat signifikan dan merusak,” tutur Hermanto dalam temu media di kantornya, kemarin (3/2).
Kajian yang dilakukan BMKG pun diamini olehnya. Dari pengalamannya di dunia perkeretaapian, jalur di sekitar Bandung memang rawan longsor. Titik rawan longsor ini berada di Kilometer (KM) 80,92, dan 107 Cipularang, Bandung.
Sejauh ini, pihak Kemenhub memang belum tahu pasti desain di KM tersebut. Sebab, dari 142 KM jalur yang akan dibangun, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) baru mengajukan sejauh 5 KM, pada KM 95-100. ”Karenanya, ini kami sampaikan pada PT KCIC untuk segera ditindaklanjuti. Apakah nanti desain diperkuat tahan gempa atau pindah lokasi titiknya agar terhindar gempa,” paparnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BMKG Andi Eka Sakya membenarkan adanya kajian pengaruh gempa bumi dan pengaruhnya pada jalur kereta cepat. Dia menjelaskan, kereta akan melalui empat sumber gempabumi di Jawa Barat, yakni Sesar Baribis, Lembang, Cimandiri, dan Zona Subduksi di Samudera Hindia.
”Kami tidak secara spesifik menuturkan pada jalur KM tertentu, tetapi berdasarkan potensi sumber gempabumi,” ungkap Andi.
Oleh karenanya, BMKG memberikan dua rekomendasi untuk tindaklanjut proyek ini. PT KCIC diminta untuk melakukan kajian seismologi teknik, yang biasa disebut Probabilistic and Deterministic Seismic Hazards Analysis (PDSHA) dan Specific Site Response. Dilanjutkan dengan kajian integrasi antara Earthquake Response atau sistem peringatan dini dan jalur kereta.
”Sehingga, dapat melakukan pengereman saat terjadi getaran yang diakibatkan oleh gempa. Sebab, guncangan kuat bisa mengakibatkan kerusakan pada rel kereta. Seperti saat gempa Jogjakarta dan Padang,” jelasnya.
Berdasarkan kajian-kajian tersebut, lanjut dia, diharapkan bisa memberikan gambaran pilihan teknologi konstruksi rel seperti apa pada jalur yang akan dibangun.
Kontroversi kereta cepat tak mandek di sana saja. Kabar penolakan penggunaan wilayah milik TNI Angkatan Udara (AU) di sekitar Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma juga mengemuka. PIhak TNI AU keberatan, karena pembangunan mengharuskan adanya relokasi sejumlah fasilitas, seperti sekolah, rumah para perwira aktif dan tempat ibadah di sana. Mereka pun menawarkan trase digeser ke Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
”Soal ini pun sudah kami sampaikan ke Pak Hanggoro (Direktur Utama PT KCIC, Red) untuk bisa diteruskan ke sana (TNI AU, red),” ungkap Hermanto.
Bila memang, trase harus dipindahkan, Hermanto memastikan tak akan masalah. Meski nantinya harus melakukan perubahan perturan Menteri Perhubungan (Permenhub) soal trase dan besar investasi untuk proyek ini. Sebab, perubahan memungkinkan panjang trase lebih panjang dari sebelumnya. ”Kami akan bantu (untuk trase, Red). Sementara besar investasi, saya rasa nggak akan tambah terlalu banyak lah,” ungkapnya.
Ribut-ribut seputar pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat yang kabarnya tidak disetujui TNI AU, coba diredam Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan. Menurut dia, pihaknya sudah membicarakan seputar hal tersebut dengan pihak kontraktor maupun TNI AU. ”Itu tidak ada masalah,” ujarnya saat ditemui di Kantor Wakil Presiden kemarin (3/2).
Dalam skema proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, salah satu lahan yang bakal digunakan untuk pembangunan Stasiun Halim memang masuk dalam kompleks Trikora Lanud Halim Perdanakusuma. Namun, menurut Ferry, pihaknya pernah berdiskusi dengan TNI AU apakah penggunaan sebagian lahan tersebut bakal mengganggu dari sisi aspek pertahanan udara. ”Itu kan tidak (mengganggu) juga, jadi kita bicara clear saja,” katanya.
Secara keseluruhan, kata Ferry, dari sisi tata ruang, proyek kereta cepat sudah tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Dia menyebut, proses perizinan lahan yang sebagian besar milik PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) VIII juga sudah dibereskan secara bertahap sejak Oktober 2015 lalu. ”Itu kan terkait HGU (hak guna usaha), sudah kita urus semua,” ucapnya. (mia/owi/rie)