Tol Laut sebagai Pilar Transportasi

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Kata-kata ”terpencil dan tertinggal”, selama ini identik dengan kawasan Timur Indonesia. Namun kini, wilayah Timur berganti predikat sebagai wilayah ”terdepan”. Tentu, ini bukan slogan semata, karena pemerintah kini menjalankan rencana besar untuk menjadikan kawasan Timur sebagai pintu gerbang perdagangan internasional Indonesia.

Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan, selama ini mayoritas perdagangan baik ekspor maupun impor selalu menggunakan pintu Jawa dan Sumatera yang ada di bagian barat Indonesia. ”Nanti, pintu itu akan kita geser ke (Indonesia) timur,” ujarnya usai diskusi Tol Laut dengan awak redaksi Jawa Pos Group di Graha Pena Jakarta kemarin (20/4).

Teten mengakui, untuk menjadikan wilayah Timur sebagai pintu ekspor memang membutuhkan waktu karena terlebih dahulu harus mengembangkan industri. Karena itu, target jangka pendek adalah dengan menjadikannya sebagai pintu impor. ”Ini sudah diusulkan ke Presiden (Jokowi),” katanya.

Untuk menggapai target itu, pemerintah kini tengah menyusun payung hukum yang akan mengatur agar impor beberapa komoditas tertentu, tidak boleh masuk ke pelabuhan di kawasan Indonesia Barat, melainkan harus masuk melalui pelabuhan di kawasan Indonesia Timur. ”Misalnya impor sapi, tekstil dan produk tekstil, serta beberapa komoditas lainnya,” ucap pria yang lama berkecimpung sebagai aktivis antikorupsi itu.

Menurut Teten, skema perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) memang membuat Indonesia tidak bisa menolak impor produk-produk dari negara yang sudah meneken perjanjian FTA. Padahal, arus barang melalui kawasan Indonesia Barat seperti Batam maupun Jakarta sudah sangat padat.

Selain itu, karena barang-barang masuk dari wilayah barat, maka ketika barang itu kemudian didistribusikan ke wilayah timur menjadi lebih mahal. Karena itu, menggeser pintu masuk impor ke wilayah timur ibarat sekali dayung dua pulau terlampaui, yakni mengembangkan wilayah timur, sekaligus membuat harga produk di wilayah timur menjadi lebih murah. ”Ini target yang kita bidik,” ujarnya.

Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Saut Gurning mengatakan, kebijakan intervensi perdagangan internasional bisa menjadi instrumen efektif untuk menggerakkan ekonomi Indonesia Timur. ”Syaratnya, infrastruktur transportasi laut harus tersedia,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan