Suntik Kebiri Tiga Bulan Sekali

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Pemerintah jalan terus meski polemik soal perpu pemberatan dan tambahan hukuman pelaku kekerasan seksual makin lantang disuarakan. Dalam waktu dekat, aturan turunan soal teknis hukuman kebiri dan lainnya pun siap digodok untuk memantapkan revisi undang-undang perlindungan anak ini. Bahkan, sudah ada sedikit gambaran soal penerapan hukuman kebiri nanti.

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko menyampaikan, hukuman kebiri diberikan melalui suntikan. Dalam satu kali suntik, efeknya bisa muncul sampai 3 bulan.

Oleh karenanya, penerima hukuman wajib datang untuk disuntik kembali. Lamanya, sesuai dengan vonis hakim saat vonis hukuman pokoknya. Dalam perpu sendiri disebutkan bila hukuman ini diberikan tidak permanen, maksimal hanya dua tahun.

”Hukuman kebiri ini bukan berarti memotong alat vital pelaku ya. Di sini kami masih memperhatikan hak asasi manusia.  Tidak permanen. Teknisnya akan dijabarkan dalam PP,” tutur Sujatmiko pada pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, kemarin (26/5).

Dia melanjutkan, sebelum eksekusi nanti, pelaku dipastikan mendapat pendampingan. Tugas pendamping adalah untuk memberikan pengawasan dan pendampingan terkait dampak suntik kebiri ini. Sehingga dampak negatif bisa diminimalisir. Ada ahli jiwa dan kesehatan yang akan ditugaskan melakukan hal tersebut.

”Kebiri dibarengi dengan rehabilitasi juga. Jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya,” ungkapnya.

Meski garis besar teknis tambahan hukuman ini sudah jelas, namun masalah eksekutor hingga kini masih belum clear. Dalam perpu sendiri, hanya disebutkan bahwa pelaksana dilakukan dengan pengawasan kementerian terkait, yakni kementerian bidang hukum, sosial dan kesehatan.

Sujatmiko sendiri pun masih belum dapat memberikan jawaban pasti. Dia mengatakan, hal ini akan diputuskan dalam perumusan aturan turunan dari Perpu perubahan kedua atas undang-undang 23/2002 tentang perlindungan anak.

”Yang jelas tenaga profesional medis. Nanti kita putuskan,” tutur mantan duta besar Indonesia untuk Sudan itu.

Disadari olehnya, masih ada pro kontra dari tenaga medis terkait hal ini. Masalah kode etik dan kekhawatiran soal adanya tuntutan hukum atas tindakan tersebut jadi latar belakang utama. Karenanya, dalam PP nanti, payung hukum juga disiapkan untuk memberikan perlindungan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan