Sesalkan Insiden Kertajati, Anarkisme Jangan Berlanjut

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyesalkan bentrokan antara sejumlah petani dengan pihak keamanan saat pengukuran perluasan lahan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) oleh Badan Pertanahan Nasional, di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka.

”Secara umum saya menyesalkan adanya insiden itu, tapi ketika sudah terjadi mari kita selesaikan,” tutur Ahmad Heryawan di Gedung Sate Bandung, kemarin (20/11).

Dia berharap, sampai ada anarkisme lebih lanjut. Meski dari kronologis yang diterimanya, insiden tersebut cukup mencekam. ”Oleh karena itu dari aparat keamanan muncul gas air mata, lebih rincinya tanya kepada kepolisian,” kata Heryawan.

Pria yang akrab disapa Aher ini mengatakan selama ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya semaksimal mungkin untuk upaya pembebasan lahan BIJB, di Kertajati, Kabupaten Majalengka. Dan dia mengakui, jika pembebasan lahan BIJB sangat panjang. ”Yang jelas, semua harus dimusyawarahkan. Coba bayangkan saja untuk runway-nya saja Rp1,6 triliun, kemudian air traffic control Rp 500 miliar, untuk terminalnya Rp2,1 triliun, pembebasan lahan hampir Rp1 triliun lebih,” papar pria yang akrab disapa Aher itu.

Berkaca dari insiden yang sudah terjadi, dia berharap tidak terjadi lagi kondisi serupa. Sebab, Pemprov Jawa Barat diberikan tanggung jawab dan beban yang besar terkait pembangunan Bandara Kertajati tersebut.

”Kita itu, target nasional diminta selesai 2017 awal BIJB ini. Kalau tidak selesai ada anggaran negara yang mubazir kan,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyebut, penolakan tersebut bukanlah datang dari pemilik tanah. Tapi, berasal dari oknum-oknum masyarakat yang memiliki kepentingan.

”Pemilik tanah tidak ada yang menolak, tapi diintimidasi oleh yang tidak memiliki tanah,” ucap Deddy, kemarin (20/11).

Dia menduga, intimidasi yang dilakukan oleh para oknum tersebut bertujuan agar para pemilik tanah tidak menjual tanahnya.

Deddy mengklaim, sebelum melakukan pengukuran, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Bahkan masyarakat yang memiliki tanah telah memberikan dokumen tanahnya. Sehingga, proses pengukuran dianggap wajar untuk dilakukan.

”Tidak ada yang paksa orang menjual tanahnya, mereka mau menjual tanahnya tapi dihalang-halangi. Pasti ada tokoh intelektualnya,” urainya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan