Relokasi Warga Terdampak Pergeseran Tanah Tunggu Izin Gubernur

bandungekspres.co.id, NGAMPRAH – Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung Barat masih menunggu surat izin dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan terkait dengan relokasi warga Kampung Dengkeng RT 01/RW 12, Desa Wangunsari, Kecamatan Singdangkerta, Kabupaten Bandung Barat yang menjadi korban pergerakan tanah. Rencananya sebanyak 57 kepala keluarga (KK) atau 184 jiwa akan direlokasi ke Kampung Loji yang masuk lahan milik Perhutani, sebuah lapangan dengan luas sekitar 3.000 meter persegi.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Barat Rony Rudyana menyatakan, untuk melakukan relokasi ke tanah milik Perhutani harus mendapatkan izin dari gubernur. Bahkan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2015 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, pasal 4 (2)  menyebutkan bahwa kawasan hutan bisa dimanfaatkan buat kepentingan korban bencana alam. ’’BPBD Kabupaten Bandung Barat sudah mengajukan penggunaan lahan milik Perhutani kepada gubernur untuk warga yang menjadi korban bencana alam pergerakan. Sekarang tinggal menunggu balasan sudah hampir dua minggu,” kata Rony, di Ngamprah, kemarin.

Dikatakannya, di lahan itu akan dibangun rumah hunian sementara (huntara). Sesuai aturan bahwa penggunaan huntara maksimalnya hanya 2 tahun, sebelum dibangunkan rumah hunian tetap (huntap). Lokasi yang akan dijadikan huntara berjarak sekitar 2 kilometer dari Kampung Dengkeng. Kondisi lahannya jauh lebih aman dibandingkan dengan perkampungan yang kini didiami 184 jiwa tersebut. ”Pemilihan Kampung Loji berdasarkan hasil kajian Badan Geologi. Warga pun tidak keberatan jika dipindahkan ke sana karena tidak terlalu jauh ke tempat mata pencahariannya,” tambahnya.

Namun relokasi warga Kampung Dengkeng itu masih harus menunggu izin gubernur. Hal ini sesuai dengan aturan bahwa penggunaan lahan hutan di bawah 5.000 meter harus dari gubernur, sementara di atas 5.000 meter oleh menteri.

Dia berharap gubernur bisa segera mengeluarkan izin. Supaya warga dapat segera dipindahkan ke tempat yang jauh dari aman. Pasalnya, berdasarkan pengakuan warga sampai sekarang masih mendengar suara bergemuruh dari bawah retakan tanah. Suara gemuruh itu selalu terdengar pada malam hari. Oleh karena itulah, mereka tidak berani tinggal di rumahnya. ”Ada tiga tenda yang dibangun di sana. Dua milik BPBD, dan satu milik Polres Cimahi. Perempuan dan anak-anak memilih tinggal di dalam tenda, hanya sesekali ke rumah sementara prianya menjaga kampung. Keadaaan ini jangan sampai dibiarkan berlarut-larut, maka dari itu saya berharap pak gubernur secepatnya mengeluarkan izin,” paparnya.

Tinggalkan Balasan