Raperda Terhambat Naskah Akademik

bandungekspres.co.id, SUMUR BANDUNG – Naskah akademik rancangan peraturan daerah (Raperda) menjadi sorotan kalangan legislatif dan eksekutif Kota Bandung. Hal itu berkaca pada tatacara pembahasan Raperda yang sering kali terkendala naskah ademik. Terutama saat menyentuh substansi konten.

Kepala Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota Bandung Bambang Suhari menyatakan, dalam program pembentukan Perda tahun 2016 -2017, baru tiga SKPD (KUKM, DPKAD dan Disyanjak) yang sudah mengajukan regulasi baru. Untuk itu, ujar Bambang, pihaknya dengan tegas menolak Raperda yang tidak sesuai naskah akademik. Kehati-hatian dikedepankan, agar jangan ada masalah ditengah pembahasan Raperda. Akan lebih baik kita koordinasi bahkan diawali melalui koordinasi dengan komisi terkait. ”Komisi dilibatklan akan lebih baik,” sebut Bambang Benang merah tersebut, saat workshop program pembentukan peraturan daerah, yang diinisiasi Bagian Hukum dan HAM Pemkot Bandung di Auditorium Balaikota Bandung kemarin (19/10).

Mari kita tingkatkan perencanaan hukum daerah yang baik sejak awal. Berikutnya tahapan koordinasi dan komunikasi dalam tahap uji publik sebaiknya juga melibatkan komisi terkait. ”Kebijakan ini pintunya sudah dibuka,” imbuh Bambang.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, yang diwakili Ketua Komisi D Ahmad Nugraha, Komisi B Sofyanudin Syarif, Komisi C Folmer Silalahi dan Komisi A Rizal Khaerul serta Bapem Perda Tedi Setiadi, secara prinsip mendorong lahirnya regulasi baru yang berpihak pada kepentingan rakyat. Kendati demikian, para legislator ini, berkaca dari pengalaman membahas Raperda, seringkali terkendala naskah akademi. Maka, mereka meminta ada keselarasan antara perencanaan dan aturan yang akan dilahirkan.

Menurut dia, menghasilkan produk hukum yang implementatif, pisioner dan bukan hanya untuk penyerapan anggaran saja. Tapi, merupakan jiwa pembentukan Perda. Di samping itu, sesuai amanat UU 12 tahun 2011 terkait, mensosialisasikan dan mengevaluasikan produk hukum daerah, seyogyanya mendapat prioritas.

Sehingga, mutual understanding (komitmen bersama) dalam pelaksanaan pembangunan selalu berpijak kepada payung hukum. Awal yang baik, Raperda dengan naskah akademiknya dilengkapi data base faktual. Maka, produk hukum yang dihasilkan bisa terukur. Itu akan memudahkan monitoring evaluasi. ”Melihat cakupan yang lebih luas perlu membuka komunikasi dengan setiap komisi, diharapkan raperda jadi lebih baik,” kata Folmer Silalahi.

Tinggalkan Balasan