Paripurna Belum Sepakat, Tunda Setujui Perda Pelayanan Pemakaman

Eddy Koesman/Bandung Ekspres <br/> SETUJU: Penandatanganan Peraturan Daerah Kearsipan oleh pimpinan DPRD dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Rabu (18/5).

bandungekspres.co.id, BATUNUNGGAL – Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2011 tentang Ketentuan Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, dan Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, batal ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Bandung, kemarin.

Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja, yang memimpin Sidang Paripurna dengan agenda Penetapan Rancangan Keputusan DPRD tentang Perubahan Keputusan DPRD Nomor 23 Tahun 2015 tentang Proppeda Tahun 2016.

Pengambilan Keputusan terhadap 2 Raperda dan Penarikan Kembali 1 Raperda yang materinya dari Proppeda tahun 2016 caturwulan I.

Penyampaian Penjelasan Wali Kota Perihal 3 Raperda yang materinya dari Proppeda tahun 2016 caturwulan II, memutuskan Panitia Khusus 3 yang membahas regulasi tersebut kembali bekerja guna memastikan kesesuaian pasal-pasal yang ditolak paripurna disempurnakan.

Kronologis penundaan persetujuan Perda berawal ketika pimpinan sidang Isa Subagja meminta anggota dewan yang hadir menyetujui penetapan raperda menjadi perda diinterupsi anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Bandung, Riantono. Dia memertanyakan kejelasan dan ketentuan perundang-undangan terkait pasal penentuan 2 persen kompensasi lahan pemakaman dan santunan kematian warga miskin.

Pansus 3 DPRD Kota Bandung yang diketuai Ade Fahruroji, dalam raperda menekankan perolehan sumbangan dua persen lahan tempat pemakaman umum (TPU) diperoleh dari pengadaan tanah, hibah, wakaf, pengembang perumahan, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait luas lahan TPU yang diperoleh dari pengembang perumahan seluas 2 persen dari luas yang diizinkan untuk area perumahan, dalam penilaian Riantono, miliki konsekuensi yang tidak logis. Sebab, di perkotaan ada permasalahan lahan. Maka, pengembang perumahan semuanya bisa kena aturan itu. ’’Ini yang harus dibatasi dengan pengembang perumahan menengah ke atas,’’ kata Riantono.

Dulu di Bandung yang mengatur pemberian sumbangan lahan dua persen, diatur sejak izin prinsip dikeluarkan. Melalui kemajuan perkembangan usaha properti menjadi berbeda. Semua, kegiatan yang berafiliasi dengan kepentingan tempat tinggal, akan butuh sumbangan lahan TPU. Sehingga aturannya harus lebih maju. ’’Bukan dibatasi dan dipersempit objeknya,’’ imbuh Riantono.

Tinggalkan Balasan