Minta Tebusan Rp 59 Miliar, Abu Sayyaf Sandera 13 ABK

bandungekspres.co.id, SAMARINDA – Kelompok Abu Sayyaf kembali berbuat ulah. Setelah membajak tugboat Brahma 12 dan Henry pada Maret lalu, kelompok itu kembali melancarkan aksi serupa.

Kali ini giliran tugboat Charles 00 yang dibajak di perairan perbatasan Kalimantan Utara dan Filipina. Kapal yang diisi 13 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia itu berangkat dari Sanga-sanga Kutai Kartanegara pada 5 Juni lalu.

Informasi itu disampaikan Mega, istri salah satu sandera menyebutkan, mendapatkan telepon dari sang suami Ismail.

”Suami saya menelepon pukul 10.00 Wita (Rabu, 22/6), dan mengaku kapalnya dibajak oleh Abu Sayyaf,” kata Mega di kediamannya di Sungai Kapih kemarin (22/6).

Menurut Mega, saat itu suaminya yang menjabat sebagai muallim 1 sedang dibawa ke sebuah pulau yang tak diketahui namanya. Mega menambahkan, tujuh ABK dibawa ke satu pulau dengan memakai dua kapal. Sedangkan sisanya dibiarkan berada di kapal.

Di sisi lain, kelompok Abu Sayyaf mengajukan syarat berat jika 13 anak buah kapal (ABK) Charles 00 ingin dibebaskan. Mereka meminta uang tebusan yang sangat besar.

Tak tanggung-tanggung, nominanya mencapai 20 juta Ringgit atau setara Rp 59,2 miliar (Ringgit = Rp 2.960). Hal tersebut disampaikan Mega, istri salah satu ABK Ismail.

”Informasi dari suami saya, kelompok itu meminta uang tebusan 20 juta ringgit,” kata Mega.

Untuk diketahui, sebelumnya, kelompok Abu Sayyaf menyandera ABK tugboat Brahma dan tongkang Anand meminta tebusan 50 juta Peso atau Rp 14 miliar.

Sementara itu, Ketua DPP Gerindra Aryo Djojohadikusumo mengaku sudah mendengar informasi kembali disanderanya 13 WNI dari Tugboat Charles 00 di perairan perbatasan Kalimantan Utara dan Filipina, Rabu (22/6).

Kasus yang ketiga kali berturut-turut dalam waktu beberapa bulan terakhir ini menurut Aryo, terjadi bukan tanpa sebab akibat. Apapun yang terjadi, dia meminta pemerintah segera mengedepankan negosiasi.

”Kedepankan negosiasi. Pak Prabowo dulu bebaskan sandera di Papua, butuh 6 bulan negosiasi. Tapi kalau semua jalur negosiasi buntu, harus dengan pendekatan militer,” kata Aryo di Jakarta, Rabu (22/6).

Pendekatan militer menurutnya harus dipertimbangkan pemerintah. Sebab penyanderaan dilakukan kelompok yang selama ini menggunakan cara-cara kekerasan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan