Menelusuri Jejak Kampung Kauman di Jepara

Sejarah asal mula penggunaan kauman di Jepara juga tidak banyak yang tahu. Namun, sesuai nama dan karakter kauman di semua daerah, masyarakat kaum terbentuk setelah masjid agung berdiri. Istilah itulah yang terus tumbuh hingga menjadi nama desa di Jepara seperti saat ini.

HAIRUL FAISAL, Jepara

MASJID Agung Jepara berdiri sekitar tahun 1600. Hal tersebut diketahui dari buku sejarawan Belanda Wouter Schouten yang berjudul Aanmerkelijke Voyage naer Oost-Indien. Buku itulah yang menjadi rujukan masyarakat Kauman Jepara untuk mengetahui sejarah Islam masa lampau di tempat mereka. Anehnya, di dalam buku itu tidak dijelaskan nama tokoh yang menjadi inisiator pembangunan masjid. Yang jelas, Masjid Agung Jepara dibangun pada masa Pangeran Arya Jepara, anak angkat Ratu Kalinyamat.

Awalnya, bangunan masjid itu berbentuk persegi yang dikelilingi pagar halaman dari batu. Masjid tersebut mempunyai keunikan karena memiliki atap susun lima. Itu berbeda dengan masjid-masjid kuno lainnya yang ada di Pulau Jawa. Masjid Agung Jepara hanya bisa disamai dengan Masjid Agung Ternate yang memiliki empat tumpuk atap. Hal tersebut tergambar jelas dalam sketsa masjid yang didapat pengurus Masjid Agung Jepara dari Museum Nasional Den Haag, Belanda. Itu menandakan bahwa pembangunan masjid tidak bisa terpisahkan dari pengaruh Belanda.

Masjid Agung Jepara lalu mengalami perubahan di bagian atap pada 1686. Atap masjid yang semula bersusun lima diubah menjadi tiga. Keputusan itu diambil karena kerap terganggu bencana alam seperti angin kencang dan petir. Apalagi, lokasi Jepara yang dekat dengan pantai membuat terpaan angin menjadi tak terhindarkan. Setelah perubahan itu, tidak ada lagi penjelasan tentang perubahan-perubahan bentuk masjid hingga 1926.

”Banyak pihak memperkirakan perubahan itu tidak terdokumentasikan karena sengitnya peperangan pada saat itu,” jelas Achmad Sholeh, tokoh masya­rakat kauman sekaligus ketua DKM Masjid Agung Jepara.

Pada 1926 pemugaran masjid dilakukan kali pertama dengan menambah teras depan dengan tidak mengubah bentuk utama masjid. Selanjutnya, Pemkab Jepara saat dipimpin Bupati Sukahar membangun menara di bagian utara masjid dengan ketinggian sekitar 21 meter pada 1935. Tujuannya, panggilan salat kepada masyarakat yang tinggal di sekitar masjid (kauman) bisa terdengar. Terlebih, geliat aktivitas keagamaan semakin menjamur di dalam masjid.

Tinggalkan Balasan