Kisah Kepulangan Korban Tragedi Mina Hajah Culan

Saat pertama ditemukan jatuh, terang Muchtaruddin, Culan mengalami koma berat dengan gejala gagal organ-organ penting. Mulai gagal ginjal hingga infeksi saluran pernapasan. ”Namun, saat ini dia sudah stabil tanpa meninggalkan luka atau infeksi bekas perawatan,” ungkapnya.

Kesediaan pemerintah Saudi memulangkan Culan bermula saat Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bertemu dengan Menteri Haji Arab Saudi Bandar bin Muhammad Hajjar. Pertemuan tersebut dilakukan untuk menandatangani MoU Haji 2016 pada 13 Maret lalu.

”Dalam kesempatan itu, Ibu Nila menyempatkan diri menemui korban tragedi Mina yang belum dipulangkan. Salah satunya Hajah Culan. Di sinilah dia menemukan informasi bahwa Ibu Culan itu bisa dipulangkan, namun tidak dengan cara biasa,” paparnya.

Untung, dalam kunjungan tersebut Nila bertemu dengan beberapa pejabat rumah sakit yang rupanya keturunan Indonesia. Salah satunya Nimat Nur Hasan Matasif yang menjabat health promotion manager di rumah sakit itu.

Dari sanalah Nila mulai menghubungi secara personal keluarga untuk menanyakan kesediaan mereka Culan dipulangkan dengan bantuan ventilator. ”Setelah keluarga bersedia, pemerintah kedua negara mulai bekerja. Kemenlu bekerja secara diplomasi. Lalu, Ibu Nimat bekerja dari internal Arab Saudi,” ungkapnya.

Berselang lima minggu, rencana akhirnya siap dilaksanakan. Namun, pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Pasien harus dijaga tetap stabil dalam pesawat. Di sinilah peran Nimat sebagai diaspora menjadi sangat penting. Perempuan berdarah Palembang itu secara personal mendampingi Culan dalam perjalanan tersebut.

Selama perjalanan itu, Nimat mengaku mempunyai dua senjata untuk menemani Culan. Pertama, pemutar MP3 yang berisi surah Ar-Rahman dan Yasin. ”Rekaman ini adalah rekaman surat yang dibacakan Syekh Abdul Basit Abdussamat. Tokoh yang bisa membaca lafal Alquran dengan sangat indah,” ungkap Nimat kepada Jawa Pos (induk Bandung Ekspres).

Senjata kedua adalah kalimat Indonesia. Saat ditanya, perempuan yang sudah bekerja di bidang kesehatan selama 33 tahun itu sebenarnya sangat malu dengan keterampilannya berbahasa Indonesia. Nimat merasa memang kurang berlatih berbahasa Indonesia sehingga terpatah-patah saat berbicara. Saat diwawancarai pun, dia lebih memilih berbahasa Inggris. Namun, untuk membuat Culan nyaman, dia pun berusaha sekuat tenaga berbicara bahasa Indonesia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan