Kapal Indonesia Dilarang Berlayar ke Filipina

 

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Otoritas Pelabuhan Tarakan, Kalimantan Utara menghentikan izin pelayaran bagi kapal yang akan menuju Filipina. Penghentian ini dilakukan menyusul insiden pembajakan tiga kapal di sekitar perairan Filipina. Diduga kuat, kelompok Abu Sayyaf menjadi dalang utama pembajakan tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Umar Aris membenarkan adanya penghentian tersebut. Dia menuturkan, pihak Kantor Kesyabandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pelabuhan Tarakan telah berkoordinasi dengannya untuk diizinkan menetapkan kebijakan tersebut.

Pihaknya pun tak keberatan. Sebab, menurutnya, pengambilan keputusan itu telah dikomunikasikan dengan aparat keamanan setempat. ”Teman-teman di lapangan merasa amannya demikian. Dari pada berisiko dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tutur Umar saat dihubungi, kemarin (17/4).

Belum ada kepastian sampai kapan pelarangan ini berlaku. Tentunya, kata dia, kondisi ini akan disesuaikan dengan perkembangan situasi penyanderaan yang ada.

Sebagai informasi, ada empat perusahaan pelayaran rute Tarakan – Filipina yang terdaftar. Yakni, PT Global Trans Energi Internasional, PT Kartika SAmudra Wijaya, PT Mitra Bahtera Segara Sejati, dan PT Arpen.

Meski begitu, pelarangan pelayaran menuju perairan Filipina ini tidak diterapkan untuk seluruh kantor pelabuhan di Indonesia. Umar mengaku, pihaknya tidak memiliki kewenangan tersebut. Saat ini, TNI bersama kementerian/ lembaga terkait juga sedang bekerja keras melakukan pemetaan lokasi-lokasi rawan.

”Ini tentu menjadi kuasa TNI AL untuk menyatakan aman atau tidak. Kami hanya sebagai regulator yang bertugas mengeluarkan izin,” pungkasnya.

Kasus pembajakan kapal tugboat di wilayah perairan Filipina Selatan memang menjadi pukulan berat bagi kawasan ASEAN. Bukan hanya Indonesia, Pemerintah Malaysia pun mulai buka suara untuk mengusulkan kerjasama militer antara tiga negara yang terkait. Usulan tersebut disuarakan oleh Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein.

Dalam lansiran situs berita Malaysia The Star, Hishammudin mengusulkan adanya patroli laut dan udara yang terkoordinir antara pihaknya, Indonesia, dan Filipina, Brunei. Hal tersebut mencontoh kesuksesan perjanjian Malsindo (Malaysia, Singapura, Indonesia) pada 2004 yang berhasil menekan kasus pembajakan di Selat Malaka.

Tinggalkan Balasan