Jokowi Minta Operasi Militer RI Sebagai Opsi Terakhir

bandungekspres.co.id – Drama penyanderaan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi awak kapal pengangkut batubara terus berjalan. Upaya pengiriman bantuan militer ke Filipina pun masih belum disetujui otoritas lokal. Alhasil, pemerintah Indonesia terus menunggu kabar baik dan menyimpan operasi militer sebagai pilihan terakhir.

Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Presiden Johan Budi SP. Menurutnya, Presiden Joko Widodo lebih mengutamakan komunikasi dengan Filipina dalam upaya pembebasan sandera. Arahan tersebut pun sudah disampaikan kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi.

Terkait opsi operasi militer Indonesia, Johan mengaku bahwa langkah tersebut masuk dalam daftar paling terakhir yang disiapkan. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor. Misalnya, pihak Filipina yang memang menolak adanya bantuan militer dari Indonesia.

’’Itu opsi terakhir kalau upaya yang sedang dilakukan menlu tidak berhasil,’’ lanjut mantan Juru Bicara KPK itu.

Yang jelas, lanjut Johan, perhatian presiden adalah pada penyelamatan WNI yang menjadi sandera. Dia pun terus mendorong komunikasi intensif antar dua negara. Meskipun, saat ini diakui belum ada komunikasi personal antara Jokowi dengan Presiden Filipina Benigno Aquino. Menurutnya, sampai saat ini komunikasi dilakukan setingkat pejabat menteri. ’’Kalau tidak salah melalui menlu,’’ tambahnya.

Hal tersebut pun didukung oleh pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah. Menurutnya, tangan pemerintah benar-benar terkunci kali ini. Sebab, pemerintah Filipina sudah menyatakan penolakan terhadap ikut campur militer Indonesia. Hal itu pun dinilai sesuai dengan prinsip kedaulatan negara yang dianut secara umum.

’’Bisa saja, Indonesia mengalihkan perhatian Filipina lalu melakukan operasi senyap. Tapi, nanti hasilnya hubungan kedua negara akan memburuk. Solusi terbaik adalah berbicara selantan dan sesering mungkin. Karena, pemerintah Indonesia harus tahu bagaimana perkembangan situasi sesering mungkin,’’ ungkapnya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah Indonesia lebih baik menekankan bahwa prioritas paling utama adalah 10 WNI. Dengan begitu, jika Filipina merasa tak sanggup di saat-saat terakhir, maka Indonesia bisa mencoba kembali menawarkan bantuan.

’’Yang harus ditegaskan juga bahwa kasus ini bukan berarti negara lain bisa ikut campur seenaknya di wilayah negara lain. Tetap harus dengan seizin pemilik wilayah,’’ terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan