Hukuman Kebiri Sudah Pertimbangkan HAM

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Pemerintah menyatakan telah mempertimbangkan aspek hak asasi manusia (HAM) dalam rencana pemberlakuan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Pertimbangan hakim sangat menentukan apakah hukuman itu akan diterapkan dalam suatu peradilan.

’’Bagaimanapun kita juga sudah cukup mendalam soal itu (HAM). Dia kan hukuman alternatif, bukan satu-satunya. Tentu nanti hakim akan melihat fakta-fakta,’’ kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly saat menghadiri acara peluncuran buku ’’Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan Kriminal’’, di gedung Lemhannas, Jakarta, kemarin.

Yasonna mengatakan, hukuman kebiri bukanlah pidana utama bagi pelaku kejahatan seksual, melainkan pidana tambahan.

Menurut dia, sanksi yang tertuang dalam Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 itu diterapkan bagi pelaku yang melakukan kejahatan tersebut secara berulang dan dipandang banyak merugikan. Misalnya, menyebabkan trauma.

’’Kalau dia menyebabkan luka trauma bahkan bisa seumur hidup dan akan diumumkan kepada publik hukuman kebiri tambahan itu berdasarkan fakta hukumnya nanti di pngadilan,’’ ujar Yasonna. ‎

Dia menambahkan, dalam memutus hukuman kebiri hakim tidak sembarang kepada semua orang yang melakukan itu.

’’Pasti adalah sesuatu pemberatan seberat-beratnya sehingga itu akan diterapkan dan tentu hakim juga akan menyampaikan bagaimana nanti alasan yuridisnya mengapa orang yang bersangkutan dikebiri,’’ kata dia. ‎

Nantinya Perppu yang menyuratkan sanksi kebiri akan diatur lagi. Menurut dia, itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.

’’Aturannya nanti akan bahas bagaimana teknisnya dilakukan (kebiri). Jadi Perppu ini gak langsung lakukan kebiri kok,’’ sahutnya.

Yasonna menegaskan bahwa putusan pemberian hukuman kebiri kimia tersebut sangat bergantung pada hakim. ’’Hakim tentu tidak sembarangan. Nanti juga pakai ahli untuk pertimbangannya,’’ kata Yasonna.

Yasonna juga berharap para dokter tidak perlu takut dianggap menyalahi kode etik. Dia mengatakan, di banyak negara ada hukuman mati yang diberikan dengan suntikan yang dilakukan dokter. ’’Saya kira ini perintah hukum. Mereka (dokter) tidak bisa mengelak,’’ imbuh dia.

Yasonna mengungkapkan, jaksa tetap menjadi eksekutor putusan pengadilan. Namun, dalam pemberian hukuman kebiri kimia, jaksa bisa meminta bantuan dokter.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan