Dari Satu Indung Telur, Dialiri Darah yang Sama

Begitu eratnya hubungan kekerabatan tergambar, misalnya, saat salah satu keluarga mengadakan hajatan. Keluarga besar harus diberi tahu. ”Kalau tidak, mereka akan marah,” lanjut penghobi snorkeling itu.

Yusuf Rengur pun mengamini penjelasan keponakannya. Begitu pula halnya dalam acara penyambutan Johanes bulan lalu, doa yang dimunajatkan setiap anggota keluarga bertujuan semata memohonkan keselamatan. ”Kita rayakan kita punya anak ini. Sumpah adat itu supaya dia pertahankan imannya,” tutur Yusuf.

Dengan kalimat lain, sama sekali tak ada agenda pemaksaan iman atau apa pun namanya. Johanes mengungkapkan, dirinya dibaptis semasa bersekolah SD tanpa tentangan dari sang ayah yang Protestan.

Sejak itu pula, tiap Natal tiba, Johanes menjadi satu-satunya yang menjalani misa di gereja Katolik. Sementara papa, mama, dan saudara-saudaranya ke gereja Protestan. ”Tentu saja sedih. Tapi, begitu sudah di rumah lagi, langsung gembira lagi,” ucapnya.

Sebelum kembali ke Ngadi, Johanes menyatakan juga mendapat penyambutan dari keluarga besar sang ayah di Ambon yang tentunya Protestan. ”Penyambutannya tak kalah meriah dengan yang di sini,” katanya.

Sejenak Johanes berhenti bercerita. Dia lalu menyesap perlahan kopi yang tersaji di hadapannya. Beranjak siang, udara tidak lantas terasa panas karena halaman rumah Johanes dilindungi pohon ainau, pohon pengetahuan. Apalagi ditambah semilir angin dari Laut Banda. ”Ketika saya keluar dari tempat ini (Kei) dan kembali sebagai orang yang sukses, maka keluarga saya merasa bangga,” lanjutnya.

Jadi, penyambutan tengah bulan dilakukan sebagai bentuk kebanggaan keluarga. Sekaligus juga bisa diartikan sebagai penerimaan keluarga atas dirinya. ”Sebab, di hari itu, secara adat, saya diterima datang ke kampung untuk kali pertama sebagai seorang pemuka agama,” ungkap Johanes yang menempuh pendidikan pastoral selama 16 bulan di Boven Digoel, Papua.

Senin lalu (14/3), kampung halaman yang telah dengan hangat menyambut itu harus dia tinggalkan. Johanes mesti memulai tugas pertamanya sebagai seorang imam. Dia berlayar ke Kabupaten Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, untuk menjadi imam di daerah tersebut. Tugas di salah satu daerah penghasil mutiara itu bakal diembannya selama dua tahun. ”Setelah itu saya belum tahu akan ditugaskan ke mana lagi,” katanya.

Tinggalkan Balasan