Dana Pemda Nganggur Rp 180 T

Jabar Tertinggi Kedua dengan Rp 7,41 Triliun

bandungekspres.co.id – Ironi fiskal terjadi di Negeri ini. Saat pemerintah pusat pusing memikirkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena potensi tak tercapainya penerimaan pajak, dana nganggur milik pemerintah daerah (Pemda) justru terus melonjak.

Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Rukijo mengatakan, tren dana nganggur atau idle milik Pemda yang disimpan di perbankan memang terus naik. ”Posisi akhir Januari 2016 tercatat Rp 180,71 triliun,” ujarnya kemarin (9/3).

Angka itu melonjak signifikan dibandingkan posisi dana nganggur per akhir Desember 2015 yang sebesar Rp 99,67 triliun. Selama ini, tren dana nganggur milik pemda memang naik di periode awal tahun hingga puncaknya sekitar September. Lalu turun seiring belanja besar-besaran di akhir tahun. Rekor dana nganggur Pemda tercatat pada September 2015 lalu yang mencapai Rp 291,52 triliun.

Jika kinerja belanja Pemda pada tahun ini tidak diperbaiki, rekor dana nganggur itu berpotensi terus naik. Sebab, pada Januari 2016 saja sudah Rp 180,71 triliun, jauh lebih tinggi dibanding posisi Januari 2015 yang sebesar Rp 168,88 triliun. Menurut Rukijo, naiknya dana nganggur itu karena pembayaran dana transfer daerah yang dibayarkan lebih awal di Januari. ”Sementara itu, realisasi belanja Pemda masih rendah,” katanya.

Sebagai gambaran, sepanjang Januari lalu, pemerintah sudah menyalurkan Rp 100,25 triliun transfer ke daerah dan dana desa. Angka tersebut naik signifikan dibanding realisasi transfer daerah dan dana desa periode Januari 2015 yang sebesar Rp 58,80 triliun.

Sementara itu, pemda dengan dana nganggur tertinggi per akhir Januari lalu adalah DKI Jakarta Rp 12,38 triliun, lalu Jawa Barat Rp 7,41 triliun, disusul Jawa Timur Rp 4,06 triliun, Riau Rp 3,34 triliun, dan Papua Rp 2,44 triliun.

Rukijo mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Dia mengatakan, di awal tahun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan harus mengisi kas negara melalui penerbitan utang karena penerimaan pajak masih sedikit. Tujuannya, agar dana transfer ke daerah bisa dibayarkan di awal tahun, sehingga proyek pembangunan bisa segera dimulai.

”Tapi nyatanya, setelah (uang) sampai ke daerah, tidak dibelanjakan, malah disimpan di bank, sehingga tidak produktif. Akibatnya, masyarakat dirugikan karena tidak ada aktivitas pembangunan,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan