Cuaca Pengaruhi Panen Kopi

bandungekspres.co.id, NGAMPRAH – Para petani kopi di Kabupaten Bandung Barat harus lebih sabar menunggu masa panen. Seharusnya masa panen terjadi di bulan Juni lalu, namun dalam faktanya harus mundur hingga bulan ini. Hal ini dipengaruhi dengan kondisi cuaca yang terjadi seperti saat ini.

Ketua Gabungan Petani Kopi Hutan Indonesia Jawa Barat Thio Setiowekti menyatakan, akibat cuaca hujan yang saat ini kerap terjadi berpengaruh pada kondisi kopi. ’’Kondisi hujan yang terus menerus mengguyur wilayah Kabupaten Bandung Barat sangat berpengaruh pada penuaan biji kopi. Ternyata curah hujan tinggi berlangsung sampai pertengahan Juli ini menyebabkan penuaan biji kopi tidak merata, ada yang merah, dan hijau,” katanya, di Ngamprah, kemarin.

Petani yang sudah tidak sabar akhirnya tetap memetik biji kopi yang masih berupa ceri. Akibatnya harga jual ceri biji kopi sangat rendah, berada dikisaran Rp 5.000 sampai Rp 7.500 perkilogram. ’’Kualitas biji kopi yang masih berupa ceri jauh di bawah biji kopi yang sudah berupa beras  atau biji kopi kering yang sudah dibuang kulit tanduk dan kulit arinya. Itulah yang menyebabkan harga jualnya rendah, coba kalau petani lebih sabar menjualnya. Harga jual biji kopi beras paling murah itu Rp 100 ribu perkilogram,” paparnya.

Saat ini kondisi perkopian di Jawa Barat sedang berada di atas puncak.  Jauh di atas harga kopi asal  Sibanung (Sumatera Barat), Toraja (Sulawesi Selatan), dan kopi asal Jawa Timur. Hujan abu vulkanik dari Gunung Bromo ikut berpengaruh pada produksi dan kualitas kopi di tiga sentra kopi tersebut. ’’Kopi Arabica dari Jawa Barat diminati Korea Selatan. Negara ginseng ini tertarik untuk mendatangkan kopi dari Jawa Barat sebanyak 2 ton per bulan dengan masa kontrak 3

tahun. Kabupaten Bandung Barat hanya sanggup menyediakan kopi sebesar 300 kilogram, untuk sisanya dikumpulkan dari Kabupaten Bandung, Garut, dan beberapa daerah di Jawa Barat lainnya,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, hasil panen kopi belum maksimal. Hanya mampu menghasilkan biji kopi sebanyak 2 ton per hektare. Thio sendiri memanfaatkan hutan  Perhutani seluas 50 hektare melalui ikatan kerja sama (memorandum of understanding). Sementara itu, kopi arabica asal Kabupaten Bandung Barat memiliki kualitas yang sama dengan  kopi  dari berbagai negara penghasil kopi dunia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan