Bangun Lapas Tapi Tetap Perlu Revisi PP Remisi

Sementara itu, dalam PP 99/2012, narapidana kasus terorisme, narkoba dan korupsi pemberian remisinya diperketat. Misalnya mereka tak bisa mendapatkan remisi jika tak memperoleh status justice collaborator (JC) dari penegak hukum. PP itu sendiri diinisiasi oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Semangatnya saat itu untuk memberikan efek jera agar orang tak menyalagunakan narkoba, melakukan korupsi dan tindakan teror.

Rencana revisi PP itu selama ini menimbulkan resistensi di kalangan penggiat anti korupsi. Mereka khawatir sejumlah koruptor menjadi penumpang gelap revisi PP yang berlaku sejak Desember 2012 itu. ”Saya paham itu, makanya ya selama ini ngajak berantem ayo duduk bersama. Mendiskusikan ini, saya akan paparkan efek dari aturan itu terhadap kondisi lapas kita,” kata Yasona.

Yasonna mengaku akan tetap memperhatikan pengecualian extra ordinary crime dalam merevisi PP tersebut. Namun menurut dia harus ada klasifikasi kapan orang layak diberi remisi dan kapan tidak. Dia mencontohkan ada banyak narapidana kasus narkoba yang statusnya hanya pengguna dengan barang bukti alat pakai. Hanya karena PP 99 berlaku, orang tersebut tidak mendapatkan remisi. Padahal pembinaan di lapas telah diikuti semua.

”Bisa sakit jiwa yang begituan kalau tidak diberi remisi. Mereka melakukan kejahatan itu karena produk sosial, bukan iblis yang tiba-tiba ada di tengah masyarakat,” tegas Yasonna.

Mantan pimpinan KPK sekaligus ahli hukum pidana, Indriyanto Seno Adji mengatakan penyelesaian persoalan over kapasitas tergantung policy dari pemerintah. Dia melihat PP 99 memang kerap menimbukan kericuhan di lapas karena napi merasakan mendapatkan diskriminasi.

”Diskriminasi kebijakan baik terhadap pelaku, proses pemidanaan dan jenis delik memang tidak dibenarkan,” katanya. Namun Indriyanto memberikan catatan, revisi harus mengatur persyaratan yang lebih ketat. Tujuannya agar pemberian remisi tak mudah dimainkan.

Senada dengan Indriyanto, pakar hukum asal Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir mengatakan setiap narapidana memang harusnya memiliki hak mendapatkan remisi. Dia setuju kalau PP 99/2012 memang diskriminatif. ”Coba dibayangkan, orang yang korupsi Rp 50 juta tidak mendapatkan remisi. Sedangkan yang melakukan pembunuhan keji bisa dapat,” katanya.

Tinggalkan Balasan