Menghilang Selama 6 Bulan, Atlet PON Diculik Aliran Radikal

Pada 20 Desember 2015 malam, Fidya diketahui mengontak orangtuanya. Isinya, meminta mereka tidak mencarinya sebab sedang melaksankan Tafidz Quran di Asrama Putri Cicaheum.

Khodijah mengatakan, pada 6 Februari 2016, pelaku penculikan tertangkap masa dan diserahkan ke Polda Jawa Barat. ”Oleh pihak Polda, Fidya dan Yuri disuruh pulang ke rumah kami, namun tidak kunjung dating,” ujarnya.

Atas imbauan Polda tersebut, Khodijah mengaku, heran. Sebab, Polda melepaskan pelaku penculikan. ”Ternyata mereka tanpa izin kami sudah menikah pada 5 Desember 2015 dan memiliki akta nikah yang tercatat di KUA Kota Bekasi tertanggal 23 Desember 2015,” paparnya.

”Kami orang tua tidak pernah memberi restu mereka menikah. Dan setelah ditelusuri, surat nikah itu palsu. Kami dan keluarga ingin mencari keadilan anak kembali ke orang tua, serta pelaku diadili,” tegas Hindarto sambil menambahkan, juga sudah melaporkan hal tersebut di Polda Metrojaya pada Februari lalu.

Menyikapi peristiwa itu, Ketua Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bandung Andri Muhammad Saftari menyatakan, fenomena ini bukan persoalan baru. Mudus itu, mengindikasikan masuk aliran sesat dan menipu orang lugu mengikuti ajakan dan masuk dalam lingkaran kelompok tertentu .

Maka, pihak polisi harus berperan aktif optimal bertindak. Sebab ini ada indikasi pemalsuan dan penyimpangan agama.

”Polisi sudah tahu tempat orang  itu berliaran dan sesat, sehingga orang tua harus lebih hati-hati perhatikan anaknya dari ajakan orang tak dikenal,” tukas Andri.

Dari perkara ini, sahut Andri, pihaknya akan merekomendasikan dan mendampingi orang tua korban untuk meminta bantuan institusi yang lebih berhak. ”Bukan tidak mungkin ada Fidya-Fidya lain yang jadi korban,” sebut Andri.

Sementara itu, Komisi D Ahmad Nugraha mengimbau, orang tua lebih waspada dengan modus rayuan yang berbuntut aliran radikal. Begitu juga kepolisian. Begi dia, aparat kepolisian perlu mengusut tuntas.

”Ini motif menikahi tanpa izin dan wali. Lalu  anak harus melupakan orangtua. Intinya, ini kejahatan terencana berkedok agama,” tandas politikus PDI Perjuangan ini.

Menurut dia, Dinas Sosial Kota Bandung harus melakukan koordinasi dengan aparat Kepolisian. Sedangkan, kepada kepada aparat  kewilayahan Dinsos harus menyampaikan gerakan organisasi ini masif bekerja dengan mencari korban anak-anak gadis . ”Saya tidak spekulasi ajaran sesat dan radika ini ada,” tegas Achmad.

Tinggalkan Balasan