Anra Nosa, Bintara Polri yang Berprestasi di UN Police

Jabatan team leader dalam UNMISS itu diberikan kepada Anra karena dianggap berhasil mengendalikan demo besar-besaran di kamp pengungsian Sudan Selatan. Sejak merdeka, Sudan Selatan memang tak pernah sepi dari konflik. Skornya di Fragile States Index (dulu Failed States Index), daftar yang disusun Fund for Peace dan majalah Foreign sejak 2005, juga selalu tertinggi.

Nah, pada November 2015, terjadilah demo besar itu. Kolonel Mario dari Jerman, team leader ketika itu, memerintah anggotanya untuk memasukkan pendemo ke holding facility (semacam penjara).

Tapi, Anra yang ketika itu menjadi anak buah Mario menolak kebijakan tersebut. Dia mengusulkan penanganan pendemo yang lebih humanis.

”Ketika itu saya ingat yang diajarkan komandan saya saat masih di Polda Riau. Menangani pendemo itu harus didahului dengan cara yang humanis,” ujarnya.

Anra akhirnya memutuskan bertindak sendiri. Dia menerima pengunjuk rasa dan menanyakan apa kebutuhannya. Ternyata, mereka hanya ingin diwadahi ke dalam World Food Supplement, sebuah organisasi PBB yang menangani persoalan makan pengungsi. Problem pun tertangani dengan baik.

Beberapa hari kemudian, Anra dipanggil Senior Representative Secretary General (SRSG) yang dipimpin seorang jenderal perempuan dari Angkatan Darat Inggris. Anra dianggap lebih layak menjadi team leader.

Jadilah sejak Desember 2015 itu, dia menggantikan peran Kolonel Mario. Menjadi team leader, memimpin 35 personel UN Police dari segala penjuru negara.

Di tim tersebut ada dua brigjen polisi asal Ethiopia. Sementara itu, pamen lainnya berasal dari Argentina, Brazil, Norwegia, Rumania, Belanda, dan sejumlah negara Afrika.

Anra sadar, seorang bintara memimpin para perwira bukan hal mudah. Namun, dia berupaya mengatasi resistensi dengan pandai-pandai menempatkan diri. ”Saya dari bintara. Jadi, paham bagaimana rasanya menjadi anak buah. Saya tetap perlakukan sebaik mungkin anak buah saya,” ujarnya.

Jika ada yang berbuat salah, Anra berupaya menegur dengan cara memanggil. Mengajaknya bicara empat mata. ”Bagaimanapun, mereka kan pangkatnya tinggi di negaranya,” katanya.

Cara itu, menurut dia, ternyata sukses ”menaklukkan” para pamen dan jenderal. Mereka jadi mudah dikendalikan. ”Memang riak-riak itu ada. Terutama ketika ada jenderal yang diperintah anggota lain. Dia bilang, ’Saya ini jenderal. Yang berhak perintah saya itu hanya Anra’,” katanya.

Tinggalkan Balasan