Tragedi Lewui Gajah Bisa Saja Terulang

CIMAHI – Puluhan masyarakat adat Kampung Cireundeu melakukan prosesi tabur bunga di Lembah Gunung Kunci, Kota Cimahi, kemarin (21/2). Area itu masuk bekas TPA Leuwi Gajah atau tepatnya di Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Prosesi Tabur Bunga ini diakui warga adat sebagai peringatan untuk mengenang tragedi longsor sepuluh tahun silam. Sekaligus bertepatan dengan Hari Sampah Nasional diperigati setiap 21 Februari.

Prosesi dimulai pukul 09:00 WIB sampai dengan pukul 11:00 WIB. Diikuti puluhan warga adat Kampung Cireundeu dan dihadiri oleh Ketua Adat Kampung Cireundeu Bah Emen, sesepuh Kampung Adat Bah Iyu, Ais Pangampih (Wakil Ketua Adat) Bah Widi. Warga berkumpul secara melingkar di kaki Gunung Kunci, untuk melakukan perenungan serta doa bersama atas tragedi longsor tersebut.

Tragedi yang menimbun ratusan rumah dan menelan ratusan korban jiwa di TPA Leuwi Gajah pada 21 Februari 2005 tidak dapat dilupakan begitu saja oleh masyarakat Adat Kampung Cireundeu. Hal itu dipahami sebagai pengingat bagaimana, cara memperlakukan alam dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai simbol peringatan, beberapa jenis bunga dan air yang diwadahi sebilah bambu. Semuanya diambil dari mata air Gunung Pasir panji. Lalu ditempatkan di tengah-tengah warga adat berkumpul, untuk selanjutnya ditaburkan tidak jauh dari lokasi berkumpulnya warga adat. Diiringi musik tradisional sunda berupa Karinding dan Celempung.

Bah Emen menjelaskan, prosesi upacara ini sebagai pengingat tragedi longsor. Sebagai sebuah kejadian, yang bukan merupakan kesalahan alam. Namun, kurang telitinya manusia dalam mengolah alam. Serta, kurangnya mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan Tuhan akan kekayaan alamnya.

’’Tragedi eta sanes salah alam (bukan salah alam). Tapi, manusa kurang teliti miceun sampah (manusia kurang teliti dalam membuang sampah). Nu ka kubur dulur urang oge (yang terkubur saudara kita juga),’’ kata Bah Emen, yang juga salah seorang saksi hidup tragedi longsor saat ditemui usai prosesi tabur bunga.

Dalam peringatan ini, beberapa prosesi dilaksanakan. Di antaranya, olah rasa, nyurasa (mengenali diri) dan ngajajap nu maot (mengenang yang telah meninggal). Olah rasa dimaksudkan untuk melakukan perenungan sebagai manusia dikaitkan dengan tragedi longsor tersebut. Nyurasa dimaksudkan mengenali ekaistensi diri sebagai manusia di tengah-tengah alam. Sedangkan ngajajap nu maot mengenang kembali yang telah menjadi korban pada tragedi tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan