Seniman Ruwatan untuk PSSI

SUMUR BANDUNG – Kelompok Rawayan Seniman Bandung (RSB) menggelar aksi ruwatan dengan tema Ngaruwat Merekewedeng: Memporakporandakan Bola Sepak PSSI. Aksi teatrikal ini dilakukan di Tugu Bola Ajat Sudrajat, Jalan Tamblong, Kota Bandung, kemarin (2/6).

Fajri Achmad NF. / Bandung Ekspres <br/> SINDIR PSSI: Seniman Bandung melakukan ruwatan di Tugu Bola Ajat Sudrajat, Jalan Tamblong, Kota Bandung, kemarin (2/6). Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan dan keprihatinan para seniman atas sanksi yang diberikan FIFA untuk PSSI.
Fajri Achmad NF. / Bandung Ekspres

SINDIR PSSI: Seniman Bandung melakukan ruwatan di Tugu Bola Ajat Sudrajat, Jalan Tamblong, Kota Bandung, kemarin (2/6). Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan dan keprihatinan para seniman atas sanksi yang diberikan FIFA untuk PSSI.

Dalam aksinya, para seniman melukis menggunakan bahan-bahan alami. Hal ini merupakan salah satu bentuk keprihatinan seniman dibekukannya PSSI oleh Menpora, dan soal sanksi dari FIFA atas imbasnya. Mereka juga mengkritik keputusan Menpora.

’’Kita betul-betul sedih melihat persekpakbolaan Indonesia dibekukan oleh FIFA. Kita berdoa untuk saudara-saudara kita (pesepakbola),’’ jelas pimpinan RSB Bandung Tisna Sanjaya.

Dalam kesempatan tersebut, Tisna juga ikut melukis. Dia menggabungnya konteks lukisannya antara sepak bola, lingkungan, tradisi dan budaya. Media lukis pun dia ambil dari tanah atau lumpur asli yang berasal dari kampung halamannya di daerah Cigondewah, Kota Bandung. ’’Saya bawa lumpur itu, bekas lapang yang sekarang jadi pabrik. Sawah yang tadinya menjadi kearifan lokal tradisi gotong royong jika musim panen tiba, ada sepak bola, kuda lumping sekarang sudah tersisihkan,’’ ujar dia.

Mengenai sikap Menpora yang membekukan roda kompetisi sepakbola dan PSSI, Tisna menganggap hal tersebut sebagai akumulasi kealfaan manusia. ’’Ini merupakan akumulasi dari kealfaan kita semua tentang tanah, anak-anak, tentang ruang main bola, badminton semua ada lapangannya. Sekarang mulai tersisihkan,’’ tegas dia.

Menurut Tisna, aksi ini merupakan salah satu bentuk kepedulian para seniman yang masih punya hati nurani. Ke depan, dirinya berharap dengan keputusan dan keadaan yang terjadi kali ini, dapat menjadi pelajaran agar bangsa Indonesia lebih maju dan kreatif, serta tidak mudah menyerah. ’’Dan matahari yang di-tutu (dihancurkan) tadi merupakan lambang kearifan lokal kekayaan kita yang tidak akan habis kalau kita olah,’’ ujar dia. (fie/tam)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan