Produk Tiongkok Makin Banjiri RI

[tie_list type=”minus”]Pemerintah Harus Siapkan Penangkal[/tie_list]

 JAKARTA – Tiongkok diperkirakan ”melempar” produknya yang kelebihan suplai (oversupply) ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di tengah melemahnya perekonomian negara itu. Kondisi tersebut berpotensi membuat semakin membengkaknya defisit neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok.

”Penurunan ekonomi di sana bisa berdampak serius bagi kita kalau tidak diantisipasi dengan sungguh-sungguh. Kekhawatiran kita adalah produk-produk mereka dilempar dengan harga yang sangat murah ke Indonesia melalui berbagai cara, seperti dumping atau subsidi. Itu yang harus diwaspadai,” ujar Menteri Perdagangan Rahmat Gobel kemarin.

Rachmat menolak Indonesia dijadikan sebagai tempat buangan bagi produk-produk Tiongkok tersebut. Dia meminta semua pihak meningkatkan pengawasan terhadap barang impor. ”Ini harus diawasi ketat. Sebab, kalau tidak, impor kita dari Tiongkok berpotensi meningkat. Kalau itu terjadi, neraca perdagangan terancam,” katanya.

Seperti diketahui, selama bertahun-tahun neraca perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok mengalami defisit. Artinya, impor Indonesia dari Tiongkok jauh lebih besar ketimbang ekspor Indonesia ke negeri itu. Impor yang paling besar dari Tiongkok adalah mesin dan peralatan mekanik serta peralatan listrik. ”Menurut laporan BPS, sudah ada kenaikan impor barang modal,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industri Association (IISIA) Hidayat Triseputro mengatakan, produk baja impor diproyeksi semakin deras mengalir ke pasar ASEAN di tengah melemahnya perekonomian Tiongkok. ”Semakin berat bagi Indonesia dan ASEAN karena telah menjalin kesepakatan perdagangan bebas (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) dengan Tiongkok,” ungkapnya.

Hidayat mengatakan, pemerintah harus mengatasi banjirnya baja impor dari Tiongkok. Sebab, jika semakin deras, impor baja dari Tiongkok dikhawatirkan dapat mematikan industri baja nasional. Selama ini impor baja dari Tiongkok didominasi produk baja batangan dan wire rod. ”Semua negara tetangga sudah bereaksi terhadap masuknya baja Tiongkok ke wilayahnya, tapi pemerintah Indonesia masih adem ayem,” sebutnya.

Dia berharap pemerintah memiliki keberpihakan yang besar terhadap industri baja nasional. Di tengah gencarnya pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur, Hidayat berharap penggunaan produk baja lokal bisa dimaksimalkan. ”Pemerintah harus punya kebijakan yang tegas. Proyek APBN harus pakai baja lokal. Kalau ini terealisasi, pasti bisa mendorong full capacity produksi baja,” jelasnya. (wir/c6/agm/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan