Omorfa Matia Bantu Kuatkan Pasar Lokal

Manfaatkan Batang Pisang Menjadi Barang Berdaya Jual Tinggi

Kreativitas anak muda Bandung seolah tidak pernah surut. Banyak bermunculan industri kreatif yang dibuat oleh anak-anak muda. Salah satunya, industri kreatif hasil daur ulang batang pisang, Omorfa Matia.

Ade Abdurrohman, Antapani.


ZERO WASTE: Pengunjung pameran Pesta Wirausaha berkerumun di depan produk hasil olahan Omorfa Matia. Semua produknya merupakan hasil daur ulang.
ZERO WASTE: Pengunjung pameran Pesta Wirausaha berkerumun di depan produk hasil olahan Omorfa Matia. Semua produknya merupakan hasil daur ulang.

BATANG pisang yang didaur ulang menjadi kertas memberi inspirasi Budi Krisnadi untuk merubah segmennya. Salah satunya dengan mengemas kertas-kertas itu menjadi produk industri. Seperti tas, gelang, atau pun dompet.

”Bahannya sebenarnya tidak hanya kertas dari gebog (batang) pisang. Tetapi dikombinasi dengan kulit sapi,” ungkap Budi kepada Bandung Ekspres kemarin (9/2).

Omorfa Matia yang berarti mata yang indah berasal dari bahasa Yunani. Memberi kesan asing pada nama yang diungkapkan. Padahal produk-produknya berbahan dasar lokal. ”Kalau bahannya biasanya diambil dari Garut, ada perajin kertas dari batang pisang ini, ada juga di Bandung,” katanya.

Ketahanannya pun relatif kuat, karena dilapis dengan pernis. Namun, tetap berbeda dengan bahan kulit yang lebih kuat. ”Kalau kena hujan masih bisa tahan, tapi kalau hujannya gede kemungkinan rusak ada,” akunya.

Budi menjelaskan, secara esensi yang ingin ditunjukkan dari produknya ini adalah untuk meningkatkan nilai produk lokal. Seperti kertas dari batang pisang yang masih umum menjadi produk dengan daya jaul tinggi. ”Yang dikedepankan juga adalah motif, desain dan juga keunikannya,” tutur Budi.

Sehingga, besaran harga dibanderol sekitar mulai Rp 75 ribu sampai Rp 1,5 juta, untuk desain original. Namun untuk spesial desain, pihaknya bekerja sama dengan pelukis, dengan harga untuk tas Rp 2 juta. Sementara, untuk cover binder kisaran Rp 200 ribuan, dan semua produknya limited.

Budi mengatakan, usahanya ini dimulai sejak Februari 2014 lalu. Namun, sudah meraup untung besar selama hampir satu tahun terakhir. ”Kalau spesifiknya saya belum bisa menyebutkan berapa, tapi ada lah puluhan juta,” kata ia.

Sejauh ini, pasar yang dibidik hanya lokal. Namun, pihaknya melakukan konsinyasi atau menitipkan produknya di Seminyak, Bali. Sehingga, turis dari luar negeri yang meminati produknya itu.”Kalau ke luar negeri belum. Tapi pernah ke Kyoto, Athena dan Melbourne, itu pun sebatas souvenir. Namun, untuk ekspor dalam jumlah besar belum,” akunya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan