Kemenkes Tegaskan Tidak Ada Kasus Buvanest Lain

Mulai Optimalkan Kinerja Badan Pengawas RS

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) langsung mengkonfirmasi terkait kabar kasus pasien meninggal akibat suntikan Buvanest lain di rumah sakit swasta di Jakarta. Menkes Nila Moeloek menegaskan bahwa kabar itu tidak benar. Kasus kematian akibat suntikan Buvanest sampai saat ini hanya terjadi di RS Siloam Karawaci Tangerang.

Menteri kesehatan Indonesia yang ke-20 itu menyimpulkan tidak ada kasus kematian pasien akibat suntikan Buvanest setelah berkoordinasi dengan Ditjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemenkes. ’’Dengan tindakan penarikan obat Buvanest dari pasaran, kami berharap tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban,’’ kata Nila yang juga guru besar FK Universitas Indonesia itu kemarin.

Dirjen BUK Kemenkes Akmal Taher mengatakan, telah mengecek informasi pasien meninggal akibat obat Buvanest di RS St Carolus Jakarta. ’’Tidak ada itu (kasus Buvanest di RS Carolus Jakarta, red),’’ tandas mantan Direktur RS Cipto Mangunkusumo Jakarta itu.

Dia berharap masyarakat tetap tenang terkait perkembangan penanganan kasus obat Buvanest buatan PT Kalbe Farma itu. Sebab, saat ini produk yang berfungsi sebagai obat bius itu sudah ditarik oleh PT Kalbe Farma. Kalaupun masih ada produk Buvanest yang belum ditarik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan surat kepada seluruh dokter dan rumah sakit untuk tidak menggunakannya.

Terkait kasus meninggalnya dua orang pasien RS Siloam Karawaci setelah disuntik obat Buvanest yang berisi cairan asam Tranexamat, Akmal mengatakan peran Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) harus diperkuat. Dia mengatakan sampai saat ini BPRS yang sudah terbentuk masih di tingkat pusat.

’’Padahal secara teknis yang mengawasi rumah sakit itu BPRS di tingkat provinsi,’’ kata Akmal.

Khusus kasus kematian pasien di RS Siloam Karawaci itu, Akmal mengatakan tim dari Ditjen BUK Kemenkes turun ke lapangan untuk melakukan investigasi. Sebab, memang belum terbentuk BPRS tingkat provinsi di Banten.

Akmal mengatakan, BPRS tingkat provinsi nanti kantornya melekat di pemprov dan melaporkan kerjanya ke gubernur. BPRS ini terdiri dari unsur profesi dokter, perwakilan rumah sakit, pemerintah daerah, dan masyarakat awam/umum. ’’Rencananya, provinsi yang paling dekat membentuk BPRS adalah Jawa Timur dan Jawa Barat,’’ jelas Akmal. Dia berharap setelah badan ini terbentuk di level provinsi, pengawasan kinerja rumah sakit bisa lebih optimal.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan