Harga Beras Tak Menentu

Masyarakat dan Pedagang Kebingungan

MAJALAYA – Kabar mengenai amannya pasokan beras, nyatanya belum dirasakan oleh seluruh masyarakat. Seperti yang dirasakan oleh warga di Kecamatan Majalaya, Ibun dan Paseh. Sejumlah warga masih saja mengeluhkan naiknya harga beras, yang terjadi sejak pertengahan Februari ini.

Bukan hanya masyarakat yang mengeluhkan hal tersebut, para pedagang juga kini merasa dilematis. Seperti Atep, 48, salah seorang pedagang warung. Dirinya biasa menjual beras paling murah kisaran Rp 8.000 hingga Rp 9.000. Kini, dia menjual dengan harga Rp 10.000. Dia menjelaskan, kenaikan beras mulai dirasakan sejak seminggu yang lalu. Padahal seharusnya, di daerah Kabupaten Bandung wilayah timur tak pantas kalau beras mahal. ’’Karena masih banyak lahan sawah yang berisi padi,’’ jelasnya kepada Soreang Ekspres (Grup Bandung Ekspres) saat ditemui di tempatnya bekerja kemarin (25/2).

Dia mengatakan, kenaikan harga beras tidak terjadi begitu saja. ’’Naiknya perlahan. Sekarang kayaknya jadi harga tertinggi. Mana barangnya susah lagi. Biasanya, saya dikirim 5 ton tiap dua minggu. Sekarang bandar angkat tangan, sudah tidak sanggup katanya,’’ kata dia.

Ditempat yang sama, seorang ibu tiga anak Nurdiyanti mengaku merasakan dampak dari naiknya harga beras. ’’Aduh sekarang harga beras mahal, paling murah Rp. 9.000. Naiknya hampir Rp 2.000 per liter,’’ keluh warga Kecamatan Majalaya ini.

Menurut Nur, beras merupakan kebutuhan pokok utama masyarakat. Oleh karena itu, dengan melonjaknya harga beras di pasar, kaum ibu sangat merasa tertekan. ’’Padahal, biaya dapur dan jajanan anak-anak untuk bekal sekolah juga dibutuhkan, sehingga dengan pendapatan yang minim akan semakin berkurang,’’ ujarnya.

Sementara itu menurut Nana R, hampir seluruh jenis beras mengalami kenaikan. Seperti beras Cianjur, beras impor dari Brunei yang biasa di jual Rp. 220.000 per karung, naik menjadi Rp 243.000 per karung dengan isi 25 Kg.

’’Yang paling murah dulunya Rp 6.500, sekarang Rp 7.400 per liter. Jadi harga beras setiap harinya hampir tidak menentu. Bahkan masyarakatpun selaku pembeli sering bertanya-tanya soal harga yang selalu naik turun,’’ terangnya.

Dia menuturkan, kenaikan beras diprediksi karena pemerintahan pusat selalu kisruh, sehingga berdampak pengaruh pada perekonomian masyarakat. Selain itu, minimnya pasokan beras dan belum tiba waktu panen turut menyumbang seretnya pasokan beras ke daerah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan